Tayang Setiap Hari Pukul 12.00 WIB
#tripvianahagnese
Episode 5: Mr. X, Amin, dan Strategi Data-Driven
Layar laptop Amel bersinar lembut di kegelapan kamar. Setelah 'uji pasar' dengan pertanyaan umum, Amel merasa canggung sekaligus tertarik. "Mr. X" si AI ini lumayan. Cerdas, sabar, dan yang paling penting—tidak punya mata untuk melihat wajah belepotan spidolnya hari itu, atau mulut untuk bergosip.
Amel menarik napas dalam, jari-jarinya melayang di atas keyboard. Sudah saatnya curhat yang sebenarnya.
Mela: Mr. X, aku mau cerita. Ini personal banget.
Mr. X: Saya siap mendengarkan, Mela. Apa pun yang ingin Anda bagikan. Ruang ini aman.
Mela: Oke... Jadi, di sekolahku ada seseorang... Dia itu... cowok idola banget. Populer, jago basket, baik, pokoknya semua orang suka dia. Termasuk aku. Aku... aku suka dia. Diam-diam banget. Aku bahkan nggak berani deket-deket. Cuma berani ngeliatin dari jauh.
Mr. X: Memiliki perasaan suka pada seseorang adalah hal yang wajar, Mela. Terutama pada seseorang yang memiliki banyak kualitas positif. Mengagumi dari jauh juga merupakan bentuk perasaan. Mengapa Anda tidak berani mendekat?
Amel curhat panjang lebar. Tentang betapa sempurnanya Alex (Amin) di matanya, tentang betapa konyol dan tidak bergunanya semua usaha kecilnya (yang hanya sebatas mengintai), dan betapa mustahilnya rasanya bisa didekati cowok seperti itu. "Mr. X" menanggapi dengan sabar, memberikan analisis logis tentang rasa tidak percaya diri dan saran-saran umum (tapi terdengar cerdas) tentang pentingnya langkah kecil dalam interaksi sosial.
Setelah Alex (Amin), giliran Brian yang jadi topik curhat Amel. Nada Amel langsung berubah 180 derajat.