TIGA KALI DITOLAK MENGURUS BPHTB DI BKD
Visi-misi pemerintah dalam menciptakan pelayanan publik yang cepat, mudah, transparan, dan akuntabel terdengar begitu indah dan menggembirakan. Namun, antara cita-cita mulia dengan kenyataan di lapangan terkadang berbeda. Inilah yang saya alami ketika mengurus  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kantor Badan Keuangan Daerah untuk mengurus Turun Waris.
Pada awalnya, tidak pernah terbayang sama sekali kalau saya akan menjadi seorang "makelar" tanah. Di suatu hari, tiba-tiba ada tetangga yang meminta saya untuk menjualkan tanah miliknya. Walaupun saya belum pernah ada pengalaman menjual tanah sebelumnya, saya pun menyanggupinya walau tidak terlalu yakin.
Tidak berapa lama, syukur alhamdulillah tanah itu laku. Sayang sekali, tanah tersebut masih atas nama orang tua yang sudah meninggal. Saya sekalian diminta untuk mengurus Turun Waris  agar pembeli tanah bisa menerima sertifikat tanah atas nama penjual, untuk kemudian dibalik nama ke atas nama sendiri.
Biasanya kebanyakan orang dalam mengurus Turun Waris diserahkan sepenuhnya kepada notaris. Intinya tidak mau ribet, walaupun dengan konsekuensi harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Namun, saya berpikir untuk mencoba mengurus sendiri biar saya ada pengalaman dalam hal ini.
Mengurus BPHTB
Ketika mendatangi Kantor Pertanahan kabupaten setempat dan menanyakan persyaratan untuk mengurus Turun Waris, saya diminta untuk terlebih dahulu mengurus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kantor Badan Keuangan Daerah (BKD).
Saya pun mendatangi Kantor BKD untuk menanyakan persyaratan dalam mengurus BPHTB Turun Waris. Kata petugas, saya bisa melakukan registrasi secara online dan mengupload semua persyaratan di sana.
Saya mengikuti petunjuk dari petugas tersebut. Setelah menunggu hampir sebulan lamanya, ada notifikasi via WhatsApp bahwa permohonan saya ditolak dengan alasan ada salah satu berkas yang gambarnya tidak jelas, dan tidak menyebutkan tanggal meninggal istri dari almarhum. Oleh karena itu, saya harus mengajukan Surat Permohonan Pembatalan dengan datang langsung ke Kantor BKD, dan dengan melampirkan semua berkas pendukung.
Setelah datang ke Kantor BKD dan menyerahkan berkas pembatalan. Setelah beberapa hari dan ada notifikasi bahwa pembatalan saya diterima, saya melakukan registrasi ulang dan mengupload semua berkas seperti semula.
Beberapa minggu kemudian, saya menerima notifikasi kembali bahwa pengajuan kedua saya ditolak kembali. Dengan alasan alamat yang saya input tidak sesuai dengan yang tertera di sertifikat tanah. Saya input dengan nama kabupaten, sedangkan di sertifikat tanah tertulis nama desa.