Mohon tunggu...
Tri Ihsani Endah Lestari
Tri Ihsani Endah Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1

Mahasiswa S1 jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kecemasan Siswa Saat Menghadapi Kegiatan Belajar di Sekolah

9 Desember 2022   13:21 Diperbarui: 9 Desember 2022   13:28 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dewasa ini, telah merasakan kesulitan dan penderitaan di masa pandemi Covid-19. Kebijakan pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan WFH (Work From Home) dan daring (dalam jaringan). Banyak dampak negatif yang dihasilkan dari kedua hal tersebut, salah satunya adalah kesehatan mental masyarakat yang menurun terutama pada siswa, baik siswa SD, SMP, ataupun SMA, hingga Mahasiswa yang saat ini sedang menuntut ilmu. Remaja khususnya, adalah seseorang yang sedang bertransformasi menuju dewasa, banyaknya perubahan yang terjadi pada fisik, kognitif dan psikososial.

Covid-19 telah merenggut banyak jiwa, banyak keluarga yang kehilangan orang tersayangnya. Kehilangan dapat menimbulkan psikologis terganggu. Selain itu, faktor ekonomi keluarga yang kurang baik menimbulkan permasalahan yang serius. Saat itu, terjadi kemerosotan ekonomi di Indonesia, banyak pedagang yang tidak bisa membuka warungnya seperti biasa. Banyak pegawai atau pekerja yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Permasalah tersebut menimbulkan kegelisahan pada masyarakat, terutama para orang tua yang mengalami kegelisahan akan berdampak pada anak-anaknya.

Pada masa pandemi diperlukan adaptasi dengan perubahan lingkungan. Sulitnya beradaptasi dengan perubahan akan menimbulkan stres. Gangguan mental yang dialami oleh siswa biasanya stres, kecemasan, dan depresi. Stres merupakan reaksi pada seseorang ketika terjadi perubahan di lingkungan baik secara  fisik  dan  emosional  yang  mengharuskan  seseorang  tersebut  beradaptasi  (Kemenkes, 2018). Gangguan mental tersebut menyebabkan perasaan khawatir, gelisah, sulit fokus, perasaan tidak nyaman, sulit tidur maupun banyak tidur, kelelahan secara mental dan fisik. Ketika siswa dihadapkan dengan kegiatan belajar, hal tersebut akan terjadi ataupun kambuh, mood siswa akan menurun yang dapat menyebabkan depresi akibat menunmpuknya perasaan negatif. 

Tingkat kesedihan dan keputusasaan yang dialami remaja ditimbulkan juga dari depresi. Siswa akan dihadapkan dengan kegiatan belajar yang tidak efektif, siswa menjadi tidak merasakan esensi dari kegiatan belajar tersebut. Banyak siswa yang memaksakan dirinya untuk mengerti materi yang diajarkan ataupun diberikan oleh guru. Tantangan yang dihadapi guru dalam memberikan materi adalah agar siswa dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran, dapat memantau siswa dari jarak jauh, cara menyampaikan materi agar efektif dan siswa dapat mengerti. 

Guru yang belum bisa beradaptasi dengan perubahan dan guru yang kurang dalam pengetahuan terhadap teknologi akan menyulitkan siswa dalam belajar. Tugas selalu ada setiap harinya dan terkadang guru dari semua mata pelajaran memberikan tugas dengan anggapan agar siswa dapat mengerti dan mengujinya dengan tugas. Tak sedikit juga guru yang hanya memberikan tugas tanpa adanya materi membuat siswa harus mencari materi sendiri dari nol.

Tingkat kecerdasan siswa menjadi semakin menurun. Dampak psikologis siswa akibat social distancing dapat menurunnya kekebalan tubuh, kurangnya interaksi sosial pada lingkungan sekitar. Kelelahan akan berdampak pada turunnya fokus dalam belajar sehingga berdampak terhadap prestasi siswa. Tingkat kecerdasan yang menurun membuat siswa menjadi tidak percaya diri dengan kemampuannya. Sehingga banyak siswa yang menyontek saat ada kuis ataupun ujian. Rasa tidak percaya diri menimbulkan banyak permasalahan, dimulai dari overthinking, takut terhadap penilaian orang lain, gugup, dan cemas saat melakukan sesuatu.

Generasi Z adalah generasi yang memiliki tingkat stress, depresi, anxiety, insecure, dan overthinking yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya. Pandemi ini adalah pemicu dari gangguan mental yang terjadi. Akibat dari pembelajaran daring dan social distancing, para anak muda mengalami kesepian, dampaknya adalah banyak anak muda yang awalnya menyukai berinteraksi sosial kemudian berubah menjadi orang yang menarik diri dari sosial. Energi yang dikeluarkan dari bersosialisasi terus berkurang, sehingga perlu istirahat dan menetap di kamar. 

Selain itu pembelajaran daring memanfaatkan platform zoom atau gmeet yang sering membuat siswa mengalami yang namanya zoom fatigue atau kelelahan zoom. 

Bailenson telah mengidentifikasikan empat konsekuensi dari obrolan video yang berkepanjangan yang menurutnya berkontribusi dengan perasaan lelah. 1) Jumlah kontak mata jarak dekat yang berlebihan intens, menurut Bailenson, kecemasan sosial akibat dari berbicara di depan umum dan melihat wajah-wajah yang terpampang jelas di layar akan membuat suatu permasalahan fobia terbesar dalam populasi kita. Semua orang menatap pembicara dengan intens dan itu itu merupakan pengalaman yang menegangkan. 2) Melihat diri sendiri di dalam obrolan video dalam waktu yang nyata sangat melelahkan. 

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa melihat diri sendiri di cermin menunjukkan emosi negatif dan membuat stres. 3) Obrolan video secara dramatis membuat mobilitas menurun. Secara umum saat melakukan obrolan video, seseorang harus diam dan gerakannya dibatasi untuk mereka tampil dengan baik di video. 4) Beban kognitif jauh lebih tinggi dalam obrolan video. Bailen mencatat bahwa dalam interaksi tatap muka biasa, komunikasi nonverbal cukup alami dan masing-masing dari kita secara alami membuat dan menafsirkan isyarat-isyarat nonverbal secara tidak sadar. Namun dalam obrolan video, kita harus bekerja lebih keras untuk mengirimkan dan menerima sinyal atau isyarat-isyarat tersebut.

Banyak dari kita menjadi lebih cemas, tetapi untuk beberapa permasalahan dari Covid-19 telah memicu atau memperkuat masalah kesehatan mental yang jauh lebih serius. Sejumlah besar orang telah melaporkan tekanan psikologis dan gejala depresi , kecemasan, atau stres pasca-trauma. Dan ada tanda-tanda menghkhawatirkan dari pemikiran dan perilaku bunuh diri yang lebih luas. Tahun 2022 adalah tahun dimana kita aktif untuk berada di luar ruangan. Sekolah sudah diperbolehkan untuk  siswa-siswanya belajar seperti biasa meskipun masih diwajibkan untuk melakukan hidup new normal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun