Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perintah Mulia Pertama

17 April 2024   09:15 Diperbarui: 26 April 2024   23:06 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Oleh: Tri Handoyo

"Cukup buat pemuda benci membaca, maka peradaban akan hancur dengan sendirinya"

(Tri Handoyo)

Muhammad yang digelari al amin mulai sering dihinggapi rasa gelisah. Hal itu lalu menggiringnya untuk suka pergi menyepi. Tempat favoritnya adalah Gua Hiro.

Pada Bulan Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah atau Bulan Juli tahun 610 Masehi, ia sedang berada di dalam gua. Hening menggerayangi seluruh dinding batu, dan tiba-tiba datanglah sosok berwujud manusia yang memperkenalkan diri sebagai Malaikat Jibril, disertai hawa dingin yang menyejukan.

Muhammad merasakan kedamaian yang luar biasa, sebagaimana yang pernah hadir dalam mimpi-mimpinya. Rasa damai yang sulit dilukiskan.


"Bergembiralah hai Muhammad!" sapa Malaikat itu, "Aku adalah Jibril, dan Anda adalah utusan Allah untuk umat manusia!"

Muhammad tentu saja sangat kaget mengalami peristiwa aneh itu. Ia terpaku di tempat. Membisu.

Selanjutnya Jibril berkata, "Bacalah!"

"Aku tidak bisa membaca," jawab Muhammad gugup.

Lalu Jibril mendekap Muhammad dengan selimut yang dipakai tidur sehingga si al amin itu merasa begitu kelelahan.

Jibril lalu melepaskan Beliau dan kembali berkata, "Bacalah!"

"Aku tidak bisa membaca."

Jibril kembali mendekap sesaat dan melepaskan sambil mengulang ucapannya hingga kejadian itu terulang untuk ketiga kalinya, "Bacalah!"

Akhirnya Muhammad, dengan bimbingan Jibril, mampu mengucapkan kata-kata sebagai berikut,

"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah dan Rabbmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." {Surah Al Alaq 1-5}

Membaca adalah mendiskripsikan segala sesuatu, tidak cukup hanya berupa tulisan, melainkan juga bisa pada semua peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan. Sebab Jibril memang tidak menyodorkan sebuah tulisan saat memerintahkan untuk membaca. Begitu mulianya perkara membaca ini sehingga menjadi pintu gerbang awal turunnya ayat-ayat selanjutnya.

Membaca adalah perintah mulia yang pertama diperintahkan Tuhan, bahkan jauh sebelum perintah shalat, puasa, zakat dan pergi haji diturunkan. Anehnya kegiatan membaca seringkali dipandang sebelah mata.

Di antara manfaat dari gemar membaca adalah tidak mudah disesatkan oleh berita-berita yang tidak benar. Tidak gampang terhasut oleh kabar burung, rumor, isu dan gosip-gosip murahan. Sebaliknya, banyak membaca akan membuat kita memiliki ketrampilan berpikir kritis dan analitis, mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas, sehingga mampu menyaring dan memilah antara berita yang benar dan yang salah.

Di sisi lain, membaca sebuah buku sama halnya dengan menelusuri dan menggali sebuah rekam jejak panjang sang penulisnya. Membaca buku bagaikan berselancar dan menyelami pengalaman hidup sang penulis. Pengalaman yang tertuang bagaikan mutiara tak ternilai yang diangkat dari dasar samudera itu kemudian disajikan di atas meja, agar bisa memberi manfaat kepada sebanyak-banyaknya umat manusia.

Manfaat yang jauh lebih penting yang kadang jarang disadari, yaitu dengan banyak membaca biasanya akan menumbuhkan semangat untuk menulis. Ketrampilan menulis pun akan terasah jauh lebih baik.

Antara rajin membaca dan kemampuan menulis itu sangat erat kaitannya. Seringkali itu disadari belakangan oleh mereka yang memiliki hobi membaca buku. Kebanyakan penulis besar adalah pembaca buku yang baik.

Imam Ghazali berpesan, "Jika anda bukan anak seorang raja, atau anak seorang ulama besar, maka menulislah."

Sementara Ali bin Abi Thalib memberi nasehat, "Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti."

Nilai hakiki manusia bukan terletak pada soal seberapa jauh tangan dan kaki melalang buana. Tidak pula ditentukan oleh seberapa banyak telinga dan mata mengembara. Bukan itu, melainkan ditentukan oleh hati dan pikiran yang dituangkan dalam wujud karya nyata.

Ya begitulah. Jejak manusia akan dikenang lantaran segala keyakinan, cita-cita dan mimpinya terekam dalam karya tulis. Dengan karyanya itu sang penulis bakal menjelma menjadi sosok abadi dan transeden, bukan sekedar seonggok tulang dan daging yang diberi nama atau gelar. Karya tulis itulah nilai hakiki seorang manusia.

Namun demikian, tidak banyak orang yang menyadari bahwa semua itu diawali dari sebuah perintah 'iqra', perintah mulia yang pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun