Essi 88 - Kecelakaan Merebak -- Salah Siapa?
Tri Budhi Sastrio - Kasidi
Dengan pesatnya perkembangan media rasanya sulit
      temukan hari tanpa berita
Kecelakaan darat, laut dan udara, semuanya tersaji
      lengkap bak berita paripurna.
Bahkan yang luar biasa belum terjadi apa-apa, nuansa
      celaka sudah jadi berita,
Berita utama yang disiarkan langsung ke seluruh
      nusantara tak ubahnya realita.
Akibatnya? Semakin banyak yang terlena tidak sadar
      betapa hebat ikatan berita
Membelenggu siapa saja dan ini semua menentukan
      persepsi pikiran manusia.
Ambil saja contoh terkuaknya kusir sang singa isap sabu
      sebelum mengangkasa.
Karena gencarnya berita semua orang hampir percaya
      bahwa nunut sang singa
Menjadi pekerjaan sangat berbahaya karena saisnya
      melayang ke mana-mana.
Bagaimana sang singa terbang bisa dipercaya jika
      sang sais tak sadar jiwa raga?
Benar-benar luar biasa, sulit dipercaya, tetapi itulah
      realita dan fakta dunia nyata.
Tahun satu sembilan tujuh lima sang merpati yang
      terbang dari Ruteng ke Bima
Rontok dekat pulau Flores dan seluruh penumpang dan
      awak tewas tak bersisa.
Kondisi awak pesawatnya? Baik-baik saja tak ada yang
      mengkonsumsi ganja.
Dua tahun kemudian giliran sang garuda yang menjalani
      rute Medan Jakarta,
Menabrak gunung dan lagi-lagi semua manusia di
      dalamnya tewas begitu saja.
Awak pesawatnya? Sehat dan dipastikan tidak pernah
      mengkonsumsi narkoba.
Lima tahun kemudian masih sang perkasa garuda rute
      Mataram Yogyakarta.
Mendarat darurat di lagu ciptaan Gesang, untungnya
      hanya seorang pralaya.
Pilotnya? Handal, berpengalaman, sehat, dan ... tak
      konsumsi obat berbahaya.
Dua ribu empat sang singa udara rute Jakarta Surakarta
      kembali korbankan jiwa
Dua puluh penumpang tewas -- mungkin sia-sia - dan satu
      empat dua luka-luka.
Saisnya? Ha ... ha ... ha ... baik-baik saja, sehat dan
      handal, tanpa psikotropika.
Setahun kemudian sang mandala dari Polonia berulah
      dan memilukan keluarga.
Bagaimana tidak, seratus penumpang dan empat puluh
      satu orang di darat sana
Harus pulang kembali ke dunia baka -- walau memang ini
      adalah kehendakNya.
Tetapi menyalahkan sang kusir? Bagaimana bisa?
      Mereka tidak konsumsi ganja.
Tahun baru dua ribu tujuh, sang burung bernama manusia
      pertama, ke samudera
Tujuan akhirnya, akibatnya semua penumpang tak pernah
      ditemukan jasadnya.
Ke Manado burung ini tak sampai lalu apa karena saisnya
      kurang handal kerjanya?
Ternyata tidak karena konon kabarnya bukan narkoba
      tetapi masalah elektronika.
Dua bulan tujuh hari kemudian kembali garuda yang
      membuat ulah di Yogyakarta.
Tergelincir, terbakar dan santunan asuransi harus
      dibayarkan pada dua puluh dua.
Saisnya? Sangat berpengalaman, sehat, tidak terganggu
      kerjanya karena ganja.
Empat tahun kemudian di Kaimana sang merpati gagal
      mendarat sempurna.
Seluruh penumpang tak bersisa dan yang disalahkan
      pesawat buatan Cina.
Pilotnya? Tak ada yang salah dengan mereka dan pasti
      tidak ada narkoba.
Pesawatnya pun kemudian terbukti tidak bermasalah,
      handal dan baik-baik saja.
Inilah statistik sederhana yang menunjukkan bagaimana
      berita setengah dusta
Dapat membuat opini orang-orang nan sederhana
      berbelok arah entah ke mana.
Psikotropika amat dilarang tentu saja semua sepakat
      karena dampak jeleknya,
Ketagihan dan ketergantungan memang tak bagus
      meskipun pada dasarnya
Manusia adalah mahluk yang sangat tergantung dan
      ketagihan banyak benda.
Pilot konsumsi narkoba ditangkap memang sudah
      seharusnya tetapi beritanya
Seakan-akan pesawat yang dikendalikannya akan rontok
      begitu saja. Faktanya?
Semua kecelakaan udara di Indonesia bukan karena
      pilotnya konsumsi narkoba.
Essi 88 - tbs/kas -- SDA11022012 -- 087853451949
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI