Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 244: Pacem in Terris, Peace on Earth

6 Mei 2021   11:04 Diperbarui: 6 Mei 2021   11:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://catholicoutlook.org/a-new-pacem-in-terris/

Essi 244 -- Pacem in Terris, Peace on Earth
Tri Budhi Sastrio

Satu Januari diminta untuk diperingati secara hari perdamaian sedunia,
Dan tentu saja tidak ada yang keberatan, tetapi seandainya tetap ada
Yang tidak rela jika awal tahun diperingati sebagai hari damai manusia,
Karena faktanya dunia tak pernah benar-benar aman damai sejahtera,
Konflik, pertumpahan darah, bahkan pembunuhan atas banyak nama
Terus terjadi di mana-mana, lalu apa yang damai, yang damai apanya,
Mungkin begitu argumentasi mereka ... tidak apa-apa dan biarkan saja.
Mengapa? Justru karena kondisi yang seperti inilah, hari damai sedunia
Menjadi semakin penting untuk ada, untuk diperingati, dan ... tentu saja
Untuk beramai-ramai diwujudkan, damai antar sesama, damai manusia.

Bersama-sama dengan Populorum Progressio, Pacem in Terris ditulis
Guna mengingatkan banyak orang betapa penting saling ikut menapis
Semua keinginan bernuansa jahat, penuh iri dengki khas codaan iblis,
Karena jika keinginan ini tak ditapis, cucuran air mata dan derai tangis
Dapat membahana di mana-mana, meneriakkan kisah pilu dan tragis,
Dan korbannya pastilah manusia lemah yang tidak mampu menangkis
Gempuran bertubi-tubi kebencian para pelaku garang kejam dan bengis.
Pembangunan bangsa-bangsa itu penting, begitu juga Pacem in Terris,
Membangun hanya dapat dilakukan manakala perdamaian tidak teriris.
Bagaimana pembangunan terlaksana jika keinginan menumpas habis
Terus saja dipelihara, kami benar, kalianlah yang salah berlapis-lapis?

Tembok Berlin, lambang paling konyol sempit piciknya pikiran manusia,
Baru dua tahun berdiri tetapi korbannya sudah bertumpuk banyaknya.
Perang dingin hampir mencapai titik bekunya, masing-masing merasa
Mereka yang paling berjasa dan berjaya, yang lain salahnya tak terkira,
Karenanya membunuh manusia jadi hal yang sah-sah saja, sementara
Ancaman kemusnahan peradaban manusia tidak hanya di atas kepala
Tetapi dampaknya merasuk ke mana-mana, menginap berlama-lama
Diperaduan jiwa dan sukma sehingga yang empunya tak bisa di sana.
Dan ini masih ditambah dengan piciknya sejumlah kaum buas durjana,
Yang gunakan ayat agama guna membenarkan pembunuhan sesama.
Yah, mana ada pembenarannya jika 'kasih sayang' yang jadi ajarannya.

Prihatin atas ini semua, penerus murid yang pernah tiga kali banyaknya
Diusir pergi oleh sang nabi mulia utusan surga karena cara berpikirnya
Yang lebih suka mengutamakan cara berpikir manusia dibanding Bapa,
Lengkap dengan hardikan 'iblis' segala, menulis ensiklik dari kursi tahta,
Guna mengingatkan semua yang mempunyai telinga agar dengar suara
Betapa penting perdamaian antar sesama manusia, perdamaian dunia,
Sebuah harapan yang benar-benar sudah sejak lama menjadi cita-cita,
Dan sampai sekarang tampak belum juga terlaksana, entah mengapa?
Seruan memang ditujukan pada semua telinga, tetapi tetap yang utama
Bagi mereka-mereka yang percaya bahwa sebaiknya memang berkata
Untuk apa sebenarnya kehadiran kita di dunia, dan bukannya bangga
Berkata yah siapa saja yang menjadi lawan kita ... lawan itu tidak ada.
Semua adalah saudara, semua adalah sesama, ciptaan Beliaunya juga.
Jari tak perlu menunjuk ke mana-mana, kalau pun sangat ingin bergaya
Tunjuk saja hidung dan dahi sendiri, karena biasanya ini biang induknya,
Tetapi karena terlalu biasa salahkan orang dan sesama, kuman di sana
Jelas benar bentuknya sementara balok di sini seperti tidak pernah ada.

Seruan dari atas tahta memang telah lama membahana ke mana-mana,
Tetapi yang namanya pertumpahan darah, saling bantai antar sesama,
Terus terjadi hampir tanpa jeda, yang ini belum hilang benar aromanya,
Eh, yang di sana sudah dimulai dengan intensitas dan skala lebih mega.
Benar-benar sulit dipercaya ... tetapi inilah fakta dan realita dunia nyata.
Mereka semua jelas mempunyai telinga tetapi mungkin memang suara,
Suara yang dimaksudkan untuk mengingatkan semua nurani manusia,
Tak pernah sampai, tak pernah menyapa ... tetapi apa benar ini stigma
Yang menjadi sumber utama sehingga dampak tetap seperti dulukala?
Yah ... bisa saja ... karenanya senyampang matahari baru sekali dua
Teruskan tugas rutinnya hangatkan semua pemukiman umat manusia,
Mungkin lewat ini catatan sederhana sekali lagi seruan dari tahta sana
Dikumandangkan kembali dengan harapan agar sedikit bahana gema,
Walau mungkin tetap sayup-sayup saja, mampu sampaikan getar nada,
Nada perdamaian antar sesama, nada perdamaian antar umat manusia.

Pacem in Terris ... damai di bumi, damai di hati, damai di kalbu nurani.  
Ita nimirum ut, eo auctore et auspice ... lewat kuasaNya dan inspirasi,
Populi omnes inter se fraterno more complectantur ... bangsa di bumi
Menyambut sesama bagai saudara tak hanya di bibir tapi juga di hati.
In iisque semper floreat semperque dominetur optatissima pax ... jadi
Semoga damai yang lama dirindukan akhirnya mekar dan berseri-seri
Serta bertahta dan menjadi suar penuntun bagi masing-masing pribadi.
 
Essi nomor 244 -- POZ02012013 -- 087853451949

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun