Sekarang ganti pak Somad yang melunak.
"Saya juga harus minta maaf atas kata-kata kasar yang dilontarkan ini," Pak Somad berkata. "Bukan maksud saya tidak menghargai usaha bapak dan seluruh warga di sini. Bapak dan seluruh penduduk desa Bayeman telah berbuat sesuai dengan apa yang seharusnya diperbuat. Saya dan seluruh penduduk desa Tanggora patut menghaturkan terima kasih. Dapat dibayangkan berapa banyak ternak lagi akan menjadi korban, kalau bapak tidak segera memberlakukan larangan itu. Cuma  saja ...."
"Cuma saja apa?"
"Cuma seandainya tidak pandai-pandai menahan hati mungkin sesuatu yang lebih buruk bisa terjadi!"
Pak Mursidi mengangguk. Hal semacam itu memang bukan sesuatu yang sulit untuk terjadi tetapi untunglah tidak!
"Besok masih harus memeriksa padang yang belum diperiksa, bahkan yang sudah diperiksa pun harus diteliti kembali. Siapa tahu rumput beracun itu tercecer atau tumbuh kembali!" kata Pak Mursidi. Ada nada ajakan di dalamnya.
"Seluruh penduduk desa Tanggora akan saya kerahkan besok. Warga dua desa ini harus bahu-membahu. Dua bahu tentu lebih berharga dari satu bahu, bukan?"
Kedua Kepala Desa ini saling pandang. Seulas senyum muncul di bibir mereka. Pertentangan meruncing yang semula dibayangkan oleh kedua belah pihak, akhirnya tenggelam dalam senyum mereka berdua. Keterbukaan memang akhir dari segala macam pertentangan. (R-SDA-18032021-087853451949)