Sang Hakim Khusus menghentikan kata-katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda heran. Sedangkan Putu Antar tetap tenang berdiri, meskipun wajahnya jelas amat sangat tegang.
Kecelakaan lalu lintaslah yang menghantarnya ke kematian, tepat 67 tahun 9 bulan dan 8 hari kehidupannya di bumi. Jika seandainya tidak ada sopir mabuk yang menabraknya begitu saja, dia mungkin belum mati tetapi setelah mati, Putu Antar menyadari bahwa takdir dirinya untuk hidup di dunia memang hanya sepanjang itu, yaitu selama 67 tahun 9 bulan dan 8 hari. Jika jam dan detiknya juga diperhitungkan, maka tepatnya adalah 67 tahun 9 bulan 8 hari 7 jam 24 menit dan 7 detik. Tidak lebih dan tidak kurang. Begitu hebatnya kekuasaan Sang Mahapencipta, sehingga tak seorang pun mampu hidup sedetik lebih lama dari yang ditakdirkan, juga tidak ada kekuatan apa pun yang mampu membinasakan seseorang sedetik lebih cepat dari yang ditakdirkan. Semuanya persis dan tepat seperti kehendak Sang Mahakuasa. Begitu juga dengan nasib, takdir dan kehidupan si bajingan luar biasa Putu Antar. Tepat pada waktunya dia harus menghadap Hakim Khusus dan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di dunia.
"Akan kubacakan catatan kejahatanmu di buku ini. Jika ada yang ingin engkau sanggah, engkau boleh melakukannya seketika itu juga. Aku akan menjelaskannya dengan lebih rinci sehingga kesan bahwa kami bertindak sewenang-wenang tidak muncul dalam pengadilan khusus ini. Bagaimana? Engkau paham?"
Dengan cepat Putu Antar mengangguk.
"Saya mengerti!" jawabnya lirih mengiringi anggukan kepalanya.
"5 Januari 1932, pukul 9.32 engkau memulai kejahatanmu yang pertama. Engkau curi mainan milik anak tetangga. Sehari kemudian, engkau kembali melakukan hal yang sama. Berikutnya ..."
Suara bening Hakim  Khusus membahana memenuhi ruangan itu. Putu Antar tetap berdiri dengan tenang. Benar-benar catatan kejahatan yang panjang. Semua bentuk kejahatan yang dilakukan oleh Putu Antar semasa hidupnya tercatat dengan rapi, lengkap dengan waktu kejadian, nama korban dan akibat yang ditimbulkan.
Hampir dua jam berlalu dan baru seperempat dari seluruh halaman selesai dibaca. Hakim Khusus berhenti sejenak dan bertanya.
"Sampai di sini ada yang ingin engkau bantah atau ..."
Dengan cepat Putu Antar menggeleng.
"Saya akui semua kejahatan itu," kata Putu Antar lemah. "Bahkan, Yang Mulia tidak perlu membaca semua catatan ini, karena saya pikir semua catatan itu benar."