"Cik... nie es buah ini berape, og?" kata ibu berkerudung memilih es buah.
"Oh, nie limar ibu sikok." balas penjual Tionghoa ramah melayani calon pembeli.
***
Ada satu cerita menarik.
Suatu ketika saya sebagai anak indekos perantauan rajin berburu buka puasa bersama di masjid-masjid yang mengadakan. Setengah jam menjelang waktu berbuka, saya dan teman berboncengan motor menuju masjid yang sudah kami masukkan ke dalam list selama sebulan sebagai PPT (Para Pencari Takjil). Kali ini bukan masjid besar di tengah kota melainkan masjid yang berada di tengah kompleks rumah masyarakat.
Lima belas menit menjelang berbuka kami sudah mengambil salah satu tempat duduk di hamparan tikar kecil panjang di emperan masjid. Tikar kecil ini sebagai alas sajian kudapan saat nanti takjil mulai dibagikan agar tidak terlalu mengotori lantai masjid.
Pas saat-saat ini, kemudian datang satu ibu-ibu berperawakan Tionghoa memakai kaus dan celana sebetis kaki ditemani anaknya. Mereka datang dengan membawa sekantung kresek dan nampan yang tampak terlihat berisi beberapa kue kudapan.
Kedatangan ibu dan anak ini kemudian disambut oleh salah satu pengurus masjid yang menerima sambil mengucapkan terima kasih. Ibu itu membalas dengan senyum ramah kemudian berbalik arah keluar kembali ke jalan depan masjid.
Pengurus yang menerima tadi kemudian menggabungkan kiriman yang baru diterimanya dengan stok takjil yang akan dibagikan kepada para pengunjung yang sudah siap di tempat duduknya masing-masing.
Sepuluh menit menjelang berbuka, semua takjil yang sudah di pool oleh pengurus, mulai diedarkan dengan rata kepada seluruh jamaah yang sudah tak sabar menunggu azan magrib.