Dakwah merupakan napas kehidupan umat Islam yang menghidupkan nilai-nilai kebaikan dan menyeru manusia menuju jalan Allah. Dalam perjalanan waktu, bentuk dan cara berdakwah terus mengalami perubahan. Jika dahulu dakwah dilakukan secara langsung dari mulut ke mulut atau melalui mimbar, kini dakwah juga merambah dunia digital. Semua perubahan ini tetap berakar pada satu tujuan: menyampaikan risalah Islam secara bijak dan penuh hikmah.
Filsafat Dakwah: Landasan Pemikiran yang Kritis
   Filsafat dakwah bukan sekadar membahas cara berdakwah, tetapi juga menelaah mengapa dakwah perlu dilakukan, bagaimana seharusnya disampaikan, dan apa nilai yang ingin dicapai. Melalui pendekatan filsafat, dakwah dipahami dari tiga sisi penting:
1. Ontologis, yaitu memahami hakikat dan tujuan dakwah.
2. Epistemologis, tentang sumber dan metode penyampaiannya.
3. Aksiologis, yang membahas nilai-nilai dan manfaat dakwah bagi kehidupan manusia.
   Dengan pemikiran yang mendalam ini, dakwah tidak lagi sekadar rutinitas ceramah, tetapi menjadi gerakan intelektual dan sosial yang menjawab kebutuhan zaman.
Kearifan Dakwah Tradisional
   Salah satu contoh dakwah yang bijaksana dapat dilihat dari perjuangan para Walisongo. Mereka menggunakan budaya dan kesenian sebagai sarana untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat Jawa. Melalui wayang, gamelan, tembang, grebeg, dan sekaten, nilai-nilai Islam disisipkan dengan lembut tanpa menghapus budaya lokal.
   Pendekatan ini terbukti efektif karena masyarakat merasa dekat dan tidak terancam oleh perubahan. Sunan Kalijaga, misalnya, berdakwah dengan pakaian adat dan seni pertunjukan agar ajaran Islam diterima dengan damai. Cara seperti ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menghargai kebudayaan dan tidak menolak tradisi selama tidak bertentangan dengan syariat.
Tantangan Dakwah di Era Modern
   Kini, dakwah menghadapi tantangan baru. Arus globalisasi, kemajuan teknologi, serta krisis moral menjadi ujian bagi para dai. Banyak masyarakat yang lebih tertarik pada hiburan digital dibanding mendengarkan tausiyah. Karena itu, dakwah harus hadir dengan strategi yang lebih segar, kreatif, dan relevan dengan gaya hidup masyarakat masa kini.
   Menurut pandangan Prof. Amien Rais, ada lima langkah penting untuk memperkuat dakwah modern:
1. Melahirkan pendakwah yang terampil dan melek teknologi.
2. Membangun laboratorium dakwah untuk meneliti kebutuhan masyarakat.
3. Memperluas bentuk dakwah melalui tindakan nyata, tulisan, ekonomi, dan politik.
4. Memanfaatkan media massa dan media sosial sebagai sarana dakwah.
5. Membina generasi muda agar memiliki akidah dan karakter yang kuat.
   Langkah-langkah ini menegaskan bahwa dakwah tidak cukup hanya disampaikan secara lisan, tetapi juga perlu diwujudkan dalam tindakan dan keteladanan.
Dakwah Digital: Menyapa Dunia Lewat Layar
   Di era digital, media sosial menjadi ruang baru bagi penyebaran nilai-nilai Islam. Melalui YouTube, Facebook, Instagram, blog, dan berbagai platform lainnya, para dai dapat menjangkau jutaan orang dengan cepat. Konten dakwah kini tidak hanya berupa ceramah, tetapi juga video singkat, desain inspiratif, dan tulisan reflektif yang menyentuh hati.
   Namun, dakwah digital bukan hanya soal teknologi. Dibutuhkan kepekaan, kreativitas, dan niat yang tulus agar pesan yang disampaikan benar-benar membawa manfaat. Tantangannya adalah menjaga agar dakwah tetap murni bernilai ibadah, bukan sekadar konten untuk popularitas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI