Perlu mensinergikan antara penulis humor seperti Soetantyo dengan para komedian tradisional. Sehingga komedian tradisional tidak kehabisan materi dan bisa terkelola dengan manajemen modern.
Pada prinsipnya profesi komedian berakar dari kesenian tradisional. Profesi komedian yang stagnan membutuhkan lokomotif yang sekaligus mampu berfungsi sebagai trendsetter. Fungsi trendsetter seperti itu telah dilakukan oleh sang kreator Mukidi.
Urusan ketawa-ketiwi ditengah masyarakat memang membutuhkan pabrik atau workshop yang bisa memproduksi menu komedi dari hasil olah kreativitas komedian.Â
Masalahnya, apakah produk komedian tradisional sekarang ini bisa diajak berlari menembus pasar lokal, nasional bahkan global.
Sekarang ini humor bercorak tradisional semakin berkurang, baik materi maupun bentuknya. Kita semakin jarang menjumpai pentas humor tradisional dalam bentuk musik, lagu, tari, monolog, dan daya tarik mimik wajah. Sedangkan humor tradisional yang berbentuk plesetan, celaan dan celotehan masih sekali-kali muncul. (TS)