Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Urgensi Penulis Naskah Komedi agar Pelawak Bertelur Emas

24 Februari 2024   16:31 Diperbarui: 25 Februari 2024   14:11 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penulis naskah komedi (sumber Gramedia.com)

Urgensi Penulis Naskah Komedi, Agar Pelawak Bertelur Emas

Negeri ini terlalu banyak komedian dan badut, termasuk badut politik. Namun material komedi, alur cerita, dan autentikasi kurang berkembang karena tidak melibatkan penulis naskah komedi. 

Betapa pentingnya peran penulis naskah komedi. Tak kurang dari pelawak kaliber dunia seperti Bob Hope, ternyata keberhasilannya ditunjang dengan sang penulis naskah komedinya, yakni Gene Perret. 

Menurut saya perikehidupan bangsa Indonesia kini mengalami defisit humor yang luar biasa. Beruntung masa kecil saya diwarnai dengan aneka karya budayawan dan seniman yang sarat humor. Saat itu kejayaan seni pertunjukan tradisional mampu memotivasi kehidupan masyarakat.

Pada saat ini media mainstream dan sosmed bisa dibilang dipenuhi oleh berita kelabu yang menyesakkan dada. Berita buruk seperti itu tentunya sangat berpengaruh terhadap psikologi warga bangsa serta mengganggu pembentukan karakter generasi muda.


Menggelorakan suka ria dan optimisme bangsa Indonesia merupakan keniscayaan, perlu program konkret berupa gerakan Indonesia berkreasi dan berinovasi, gerakan produksi konten positif untuk mengatasi kecemasan dan kegalauan bangsa yang terus menayang di hadapan publik. Tanpa energi optimisme rakyat, maka negara ini sulit bangkit dalam situasi persaingan global yang sengit.

Dalam lintasan sejarah, krisis besar atau great depression pernah terjadi sekitar tahun 1930. Krisis besar itu berhasil dihalau antara lain berkat peran ketahanan keluarga dan ketangguhan komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya.

Sejarah menunjukkan pada saat depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 30-an, Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt mengambil inisiatif besar dengan tajuk New Deal. 

Untuk mengatasi frustrasi rakyat Roosevelt memberikan peran penting kepada stasiun radio untuk menghimpun para seniman dan budayawan guna menumbuhkan industri komedi. Munculah komedian besar Charlie Chaplin yang ikut berperan menghalau hantu depresi.

Charlie Caplin ke Stasiun Garut kemudian naik kereta Garut-Cibatu dilanjutkan ke Yogyakarta.(KOMPAS.com/RENI SUSANTI) 
Charlie Caplin ke Stasiun Garut kemudian naik kereta Garut-Cibatu dilanjutkan ke Yogyakarta.(KOMPAS.com/RENI SUSANTI) 

Sejarah telah mengisahkan bagaimana new deal yang digagas Presiden Franklin Delano Roosevelt bisa mengatasi krisis besar atau disebut the great depression yang melanda bangsa Amerika Serikat dan dunia pada dekade 1930-an. 

Berkat New Deal, Roosevelt bisa mengatasi ledakan pengangguran dengan berbagai program pembangunan infrastruktur baru. Seperti program Civilian Conservation Corps, Civil Work Administration, dan Work Progress Administration (WPA). 

Dengan itu jutaan orang yang sebelumnya menganggur dipekerjakan untuk pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, bendungan, lapangan terbang, sekolah, perpustakaan, rumah sakit, dan sebagainya.

Salah satu program terpopuler dan mampu merebut hati rakyat dalam New Deal adalah program Tennessee Valley Authority (TVA) yakni program untuk merehabilitasi kawasan kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. 

Untuk menjalankan New Deal Roosevelt selalu berkomunikasi secara intens dan terus menerus kepada rakyatnya melalui forum interaktif yang disebut fireside chat atau obrolan santai di samping perapian. 

Forum itu berupa obrolan radio yang digunakan untuk menjelaskan apa saja yang telah dan akan dilakukan pemerintahannya. Dengan forum itu dia bisa memompa semangat dan berbicara dari hati ke hati dengan rakyatnya.

Dalam konteks saat ini, cara Roosevelt sangat relevan dengan adanya siniar atau podcast. Dalam situasi bangsa yang sedang defisit sikap humor perlu diselenggarakan Lomba Konten Podcast terkait humor. 

Podcast adalah serangkaian file audio digital  yang diucapkan secara episodik yang dapat diunduh pengguna ke perangkat pribadi agar mudah didengarkan. 

Aplikasi streaming dan layanan podcasting menyediakan cara yang nyaman dan terintegrasi untuk mengelola antrian konsumsi pribadi di banyak sumber podcast dan perangkat pemutaran.

Kini tertawa yang berkualitas menjadi urusan penting. Tertawa berkualitas atau tertawa tulus ternyata semakin penting bagi dunia korporasi, birokrasi dan edukasi publik. Bahkan, hasil riset yang dilakukan konsultan internasional Hay Group, menyatakan bahwa tipe kepemimpinan yang paling efektif pada era sekarang ini adalah yang sarat humoris.

Diantara kita tentunya masih terkenang lagu Ayo Ngguyu yang dinyanyikan oleh seniman Waldjinah pada era 70-an. Lagu itu telah menjadi spirit bagi masyarakat, utamanya kaum tani untuk bekerja keras mewujudkan swasembada pangan. 

Pada saat itu Lagu Ayo Ngguyu tak henti-hentinya berkumandang dari pesawat radio di pedesaan dan perkotaan. Lagu itu telah mendorong berkembangnya budaya tertawa tulus dan mewujudkan rasa tentram, toleransi dan percaya diri. 

Kondisinya berbeda dengan saat ini, masyarakat semakin kehilangan budaya tertawa tulus dan memudarnya elegi senyum sapa. Oleh sebab itu pentingnya insentif dan media baru untuk mengembangkan industri komedi.

Teknologi digital semakin mengakselerasi profesi komedian yang menjadi ujung tombak industri komedi. Dalam konteks itu, komedian lokal atau tradisional sebaiknya semakin intens dengan media baru dan jejaring sosial. 

Profesi komedian tradisional tidak boleh stagnan. Perlu platform digital yang tepat yang mampu menyuburkan profesi komedian di daerahnya, serta untuk mengembangbiakan komedian dari basis kesenian tradisional. 

Sehingga produk komedian tradisional dengan platform tersebut bisa diajak berlari menembus pasar lokal, nasional bahkan global. Tak bisa dimungkiri, humor tradisional merupakan basis industri komedi.

Leksikon industri komedi memerlukan materi lawakan yang cerdas dan pantas untuk dikenang. Upaya pembelajaran terus-menerus dengan platform digital merupakan syarat mutlak untuk mengembangkan profesi komedian. 

Ada tuntutan orisinalitas yang tinggi terhadap materi lawakan. Tuntutan orisinalitas terhadap materi lawakan itulah yang membuat banyak komedian tak punya nafas panjang. 

Patut disimak teori pakar industri komedi Stephen Covey yang mengatakan bahwa dunia komedian itu ibarat angsa bertelur emas. 

Kapan para komedian tradisional atau lokal bisa bertelur emas secara sustainable atau berkesinambungan ? Yang pasti telur emas itu akan muncul jika para komedian mendapatkan ekosistem dan platform yang tepat.

Indonesia perlu menambah produsen humor, penulis naskah komedi dan praktisi komedian lainnya. Seperti yang pernah dilakukan oleh sang kreator Mukidi, yakni Soetantyo Moechlas. 

Karya produsen humor seperti diatas perlu diadopsi oleh grup komedian. Terutama yang mengusung lawakan bercorak tradisional. 

Perlu mensinergikan antara penulis humor seperti Soetantyo dengan para komedian tradisional. Sehingga komedian tradisional tidak kehabisan materi dan bisa terkelola dengan manajemen modern.

Pada prinsipnya profesi komedian berakar dari kesenian tradisional. Profesi komedian yang stagnan membutuhkan lokomotif yang sekaligus mampu berfungsi sebagai trendsetter. Fungsi trendsetter seperti itu telah dilakukan oleh sang kreator Mukidi.

Urusan ketawa-ketiwi ditengah masyarakat memang membutuhkan pabrik atau workshop yang bisa memproduksi menu komedi dari hasil olah kreativitas komedian. 

Masalahnya, apakah produk komedian tradisional sekarang ini bisa diajak berlari menembus pasar lokal, nasional bahkan global.

Sekarang ini humor bercorak tradisional semakin berkurang, baik materi maupun bentuknya. Kita semakin jarang menjumpai pentas humor tradisional dalam bentuk musik, lagu, tari, monolog, dan daya tarik mimik wajah. Sedangkan humor tradisional yang berbentuk plesetan, celaan dan celotehan masih sekali-kali muncul. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun