Dengan data diatas berarti masih banyak potensi pasar di wilayah negeri ini yang belum digarap oleh pengusaha bioskop. Tentu saja potensi itu membutuhkan investasi yang memadai.
Faktor lain terkait dengan industri film lokal adalah hampir semuanya produsen berdomisili di wilayah Jabodetabek. Dan hampir semua mengalami persoalan rantai produksi. Yang mana rantai produksi itu terdiri dari dua aktivitas pokok, yaitu: syuting di lapangan dan post production.Â
Aktivitas syuting di lapangan membutuhkan dukungan dari industri lain dan pihak terkait lain, antara lain: industri kamera dan pita film, pengelola lokasi syuting, dan lain-lain.
Aktivitas post production membutuhkan dukungan dari laboratorium film, dubbing company, industri penggandaan film, dan lembaga sensor film. Kendala serius di rantai produksi film nasional adalah kebutuhan investasi yang tinggi.
Bentuk padat karya budaya untuk bidang perfilman adalah mengembangkan Bioskop rakyat yang akhir-akhir ini hadir dengan nama Indiskop. Kehadirannya membuka lapangan kerja baru sekaligus memberikan nilai tambah ekonomi untuk sektor ekonomi kreatif dan UMKM. Karena di bioskop rakyat ini disediakan tempat untuk berjualan bagi pelaku UMKM.
Indiskop pernah dirintis oleh Anies Baswedan saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ini merupakan terobosan karena bioskop rakyat kembali hadir di Jakarta. Indiskop menjadi wahana bagi masyarakat Jakarta untuk bisa menonton di bioskop dengan harga yang terjangkau.
Eksistensi Indiskop ini memberikan akses dan memperluas kesempatan menonton film bagi masyarakat menengah ke bawah. Serta turut memberikan kesempatan bagi film Indonesia agar bisa makin dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas. (TS)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI