Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Menggapai Asa di Tengah Paceklik Apresiasi

21 Desember 2019   06:09 Diperbarui: 21 Desember 2019   06:14 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta RAT KONI Kab. Kebumen 2019 berfoto bersama. Dok. Koni Kab. Kebumen

Ada dua hal yang membuat merah putih berkibar di angkasa dan Indonesia Raya mengudara di manca negara yakni ketika pemimpin pemerintahan sebagai tamu negara dan atlet cabang olahraga tertentu memenangi suatu kejuaraan atau perlombaan di ajang internasional. Kedua peristiwa itu berbeda dalam banyak hal. Atlet yang memenangi suatu ajang olahraga boleh jadi membawa larut faktor emosional yang begitu dalam. Bahkan banyak orang rela mengorbankan waktu dan uangnya untuk mendukung terwujudnya peristiwa itu. Tidak hanya cabang favorit semisal sepakbola, bulu tangkis dan sebagainya, hampir semua cabang olahraga akan memberikan nuansa yang serupa.  

Meskipun begitu, nasib kehidupan olahraga prestasi di Kabupaten Kebumen seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga dan kejatuhan pohon di tahun 2018 lalu. Hal ini terjadi lantaran pada penyelenggaraan Pekan Olahraga (POR) Provinsi Jawa Tengah tahun 2018 yang diselenggarakan di Kota Solo dan sekitarnya, prestasi Kontingen Kabupaten Kebumen berada di posisi buncit alias terbawah dari 35 Kabupaten/Kota dengan hanya meraih satu emas dari cabang olahraga Yoongmodo.

Satu cabang olahraga baru di dalam keanggotaan KONI Kabupaten Kebumen dan saat ini favorit di lingkungan TNI Angkatan Darat. Di Kabupaten Kebumen terdapat satu pusat kegiatannya yakni Sekolah Calon Tamtama (Secata Rindam Diponegoro) di Gombong yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.

Sekolah kader prajurit TNI AD itu berada satu lingkungan dengan Benteng Vanderwijck yang kini menjadi obyek wisata bersejarah dengan bentuk segi lima seperti gedung Pentagon di negeri Paman Sam. Posisi yang secara faktual sepadan dengan ketidak-pedulian Pemerintah maupun DPRD Kabupaten yang sebagian pejabat terasnya tengah menjadi pesakitan kasus korupsi sistematik sebagaimana dilansir Kompas.com. Alokasi anggaran hibah yang semula diperuntukkan bagi pembinaan cabang-cabang olahraga dipaksa realokasi untuk memberangkatkan Kontingen tersebut.

Realokasi anggaran pembinaan tersebut sangat memukul para pegiat olahraga prestasi yang selama ini seolah dianggap sebelah mata oleh jajaran Pemkab maupun DPRD karena anggapan keliru dalam mencermati situasi dan kondisi faktual di lapangan. Dibandingkan dengan besaran hibah, dana masyarakat olahraga yang dikeluarkan untuk pembinaan prestasi berkali lipat jumlahnya.

Manfaat dan kehormatan insaniah yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut dinikmati banyak orang dari berbagai lapisan. Sementara itu, kasus korupsi para petinggi daerah yang jelas sangat merugikan dan meninggalkan luka mendalam dalam hati sanubari para pembina, pelatih dan atlet seolah tak ada artinya. Karena mereka mendapat banyak kemudahan dari UU Anti Korupsi. Diantaranya remisi dan ijin Mahkamah Konstitusi yang membolehkan mantan koruptor untuk kembali ke jalur politik praktis dalam kontestasi Pilkada maupun Pileg. 

Tugu Kupu Tarung mendampingi Tugu Lawet sebagai icon baru Kota Kebumen. Dokpri
Tugu Kupu Tarung mendampingi Tugu Lawet sebagai icon baru Kota Kebumen. Dokpri
Di akhir tahun 2019 ini, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) baik Provinsi Jawa Tengah dan khususnya Kabupaten Kebumen menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan yang membahas perjalanan kegiatan pembinaan dan evaluasi cabang-cabang olahraga prestasi pada waktu yang hampir bersamaan.

Jika di tingkat provinsi diselenggarakan pada malam, KONI Kabupaten Kebumen melakukan hal sama pada Jumat, 20 Desember 2019 di Aula STIE Putra Bangsa. Dihadiri 28 dari 36 cabang olahraga anggotanya, kegiatan ini dibuka oleh Kepala Bidang Pemuda dan olahraga Dinas Pariwisata dan Pemuda dan Olahraga (Disporawisata) mewakili Bupati yang berhalangan hadir.

Inti sambutan itu adalah mengharapkan agar RAT kali ini dapat tepat sasaran. Jika dikaitkan dengan prestasi Kontingen Olahraga Kabupaten Kebumen pada POR Provinsi Jawa Tengah 2018 dan rencana penyelenggaraan POR Wilayah III Dulongmas (eks Karesidenan Kedu, Pekalongan dan Banyumas) pada Oktober 2020, nampaknya harapan itu ditujukan untuk peningkatan peringkat dari posisi terbawah agar naik entah berapa tingkat.

Apalagi setelah Pemerintah Kabupaten melalui Disporawisata baru saja memberikan tali asih bagi para atlet berprestasi bulan November 2019 ini. Dari sisi besaran nilai memang tidak cukup memadai. Namun niat memberikan motivasi berprestasi layak diapresiasi. 

Setidaknya, niat itu juga diwujudkan dengan peningkatan nilai hibah pemerintah daerah tahun anggaran 2020 untuk cabang-cabang olahraga anggotanya yang meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2019.

Dari sebelumnya sebesar 1,35 M (termasuk 140 juta untuk NPC/ Paralympic) menjadi 2,5M tidak termasuk alokasi untuk NPC yang dianggarkan khusus. Secara relatif, nilai hibah sebesar itu dialokasikan untuk Operasional organisasi KONI (16.66%), Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (66,92%) dan Sarana Prasarana (16,43%).  Menurut Ketua KONI, Sri Hartanto, alokasi bantuan untuk cabang-cabang olahraga  sebesar Rp 327 juta akan disesuaikan dengan hasil evaluasi kegiatan dan prestasi yang dicapai pada tahun 2019. 

Untuk itu, akan dibentuk Tim Verifikasi yang melibatkan pengurus cabang olahraga agar proporsi bagi dana pembinaan masing-masing cabang olahraga cukup fair. Apakah hal ini merupakan jawaban atas harapan pemerintah daerah atau sikap hati-hati sebagaimana dikatakan oleh mantan Ketua Pengkab PJSI itu, kepastiannya akan ditindaklanjuti para rapat kordinasi khusus yang direncanakan akan dilakukan pada minggu terakhir Desember 2019 ini. 

Mengacu pada data prestasi yang tercantum dalam daftar penerima tali asih 2019, maka cabang olahraga Karate dan Atletik boleh jadi akan mendapat porsi alokasi yang cukup besar dibanding yang lain.  Bahkan satu pengurus KONI, Wiji Sasongko, menyebut bahwa atas dasar data itu mestinya Kontingen Kabupaten Kebumen pada POR Wil III Dulongmas tahun 2020 dapat menggapai posisi tiga besar.

Masalahnya, jika dalam kapasitas mewakili kontingen pada ajang multi event prestasi tersebut cenderung bergeser. Tidak seperkasa kekuatan masing-masing cabang. Jika demikian, Ketua Kontingen (chief de mission) harus dipegang oleh organisator dan motivator handal yang mungkin lebih tepat dilakukan kalangan profesional dengan kemampuan persuasif tinggi. Dan posisi ini mungkin lebih tepat diberikan kepada orang di luar jajaran pemerintahan. 

Terlepas dari siapa yang akan memimpin Kontingen atau duta olahraga daerah, membangun kepercayaan publik terutama masyarakat umum. Khususnya masyarakat olahraga adalah prioritas pertama. Pretasi akan terbangun dalam suatu sinergi yang tepat. Apalagi dengan target tertentu.

Dengan alokasi dana untuk fasilitasi Porwil Dulongmas IV tahun 2020 sebesar hampir 912 juta rupiah, tidak cukup realistik untuk membebani duta olahraga daerah ini menggapai posisi sebagaimana disebut di atas. Dana sebesar ini mungkin hanya memadai untuk membiayai akomodasi kelas penginapan melati dan di bawah standar kecukupan gizi atlet maupun ofisial.

Belum termasuk uang saku, kegiatan pemusatan latihan dan  uji coba sebelum pelaksanaan ajang tersebut. Bagi cabang-cabang tertentu yang harus melalui babak pra kualifikasi tentu akan lebih berat bebannya. Apalagi harus menjadi tuan rumah penyelenggaraan pra kualifikasi itu. Meskipun KONI Kabupaten telah mengalokasikan anggaran bantuan dana penyelenggaraan event Kejuaraan Kabupaten dan Provinsi yang nilainya mencapai 150 juta. 

Konsekuensi logis memberi target peningkatan prestasi pada tingkat yang cukup tinggi adalah ketersediaan sarana dan prasarana keolahragaan yang saat ini jumlah, jenis maupun volumenya sangat minimal. Sekadar contoh kecil, cabang olahraga otak berpasangan: Bridge, nampaknya tidak memerlukan fasilitas pelatihan yang bernominal besar.

Kartu yang dipakai memang bisa dibeli di warung kelontong dengan harga 10 K. Tapi, di ajang multi event semacam PORWIL Dulongmas, ada ketentuan yang mengharuskan pertandingan dilaksanakan sesuai aturan baku Gabsi selaku induk organisasi dan World Bridge Federation. Proses tawar menawar dengan bidding kit yang harus dibiasakan kepada para atlet. Juga meja bertirai di ruang tertutup (close room).

Kedua sarana latihan ini belum dimiliki oleh Pengurus Kabupaten Gabsi Kebumen. Belum lagi jika ada ketentuan yang mengharuskan penayangan langsung di media daring. Lalu bagaimana dengan cabang-cabang beladiri yang mengharuskan atletnya memakai pelindung badan dan latihannya di lantai beralas matras standar ?

Selama ini, para pembina dan pelatih cabang-cabang olahraga prestasi berjibaku dengan segenap kemampuan pribadinya. Khususnya dalam hal pendanaan latihan maupun mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan.

Tidak sedikit pelatih yang mengeluarkan dana dari kocek pribadi yang jumlahnya berlipat kali nilai dana hibah yang diterima oleh cabang olahraganya. Lalu bagaimana dengan cabang-cabang yang tidak "kebagian" dana pembinaan dari KONI sementara kalender pertandingan begitu ketat dan sulit dipilah seperti Bridge? 

Penulis mewakili cabor Bridge. Dok. KONI Kab Kebumen
Penulis mewakili cabor Bridge. Dok. KONI Kab Kebumen
Banyak pertanyaan yang semestinya segera dijawab oleh para pengambil kebijakan pembangunan daerah jika akan menargetkan posisi "terhormat" di ajang multi event semacam PORWIL dan PORProv. Dalam berbagai kesempatan, hampir semua cabang olahraga prestasi mengeluhkan ketersediaan tempat latihan memadai.

Sementara itu, jumlah dan kesempatan untuk memakai sarana yang disediakan oleh pemerintah daerah sangat minimal. Ironis dengan kasus korupsi para petinggi daerah yang membuat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus melakukan Operasi Tangkap Tangan.

Haruskah kondisi ini dipertahankan dengan mengasihani diri tidak memiliki sumber dana cukup untuk para pejuang kehormatan daerah di arena bergengsi dan membawa nama harum semisal PORWil Dulongmas maupun POR Prov? Begitu miskinkah kondisi riil masyarakat dan pemerintah daerah sehingga tak mampu memfasilitasi upaya para pejuang olahraga untuk mengangkat kehormatan masyarakat dan daerahnya?

Ketika diundang untuk duduk bersama membahas masalah keolahragaan saja segera meninggalkan arena tanpa alasan jelas dan etika sebagai tamu, para pejabat daerah yang mewakili Bupati, Disporawisata, BPPKAD dan lainnya itu, di mana rasa saling menghormati berada? 

Para pejabat daerah yang hadir mewakili para pimpinan daerah. Dok. KONI Kab Kebumen
Para pejabat daerah yang hadir mewakili para pimpinan daerah. Dok. KONI Kab Kebumen
Jika Tugu Kupu Tarung dan kolam air mancur di depan Rumah Dinas Bupati yang bernilai miliaran rupiah dapat diadakan untuk hiburan murah meriah dengan dampak psikologi sosial yang tidak signifikan untuk mengangkat "nama daerah", akankah para pejuang kehormatan di ajang olahraga prestasi yang jelas membawa nama harum justru diperlakukan sebaliknya?

Banggakah menyandang predikat " daerah termiskin" yang telah berlangsung bertahun-tahun lamanya ? Kalau jawaban sejatinya positif dan penegak hukum tidak melakukan upaya investigatif, apalagi yang dapat dibanggakan sebagai putra daerah?

Sumber: satu  ,  dua  , tiga  , empat  , lima 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun