Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Jalan Panjang ke Puncak Prestasi Olahraga, Renungan dari Kampung

27 Februari 2019   07:40 Diperbarui: 27 Februari 2019   10:42 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latihan minibridge. Dokumen pribadi

Sukses timnas PSSI U22 di ajang Piala AFF di tengah memanasnya situasi menjelang Kongres Luar Biasa akibat kekosongan posisi Ketua Umum dan kasus pengaturan skor dapat menjadi bahan pembelajaran bagi semua pegiat, khususnya pecinta olahraga di tanah air. 

Pertama dan terutama, olahraga itu mengandung arti kehidupan dipandang dari semboyan jadul: di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat (mensana in copore sano). Jadi, berolahraga itu bertujuan melatih diri jadi manusia yang sehat jiwa dan raganya. 

Kedua, jalan yang dipilih dalam mencapai tujuan itu bisa lewat pendidikan, permainan atau rekreasi atau prestasi. Semua pilihan senantiasa mengandung risiko. Jika lewat jalur pendidikan seyogyanya jadi guru, dosen atau peneliti keolahragaan. Di jaman sekarang, Indonesia sangat jauh tertinggal di belakang China, Jepang, Korea dan beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. 

Kesadaran tentang pentingnya faktor pendidikan dalam pembangunan sumber daya manusia keolahragaan baru muncul beberapa saat terakhir. Prosesnya panjang dan mahal, hasilnya tidak pasti dapat segera dinikmati. Salah-salah bisa seperti kasus OTT KPK di Kemenpora beberapa saat setelah eforia Asian Games berlalu. 

Di jalur kedua, permainan, yang cenderung dilandasi kegemaran atas jenis olahraga tertentu, syarat dan ketentuan pun berlaku. Pilihan banyak, dari yang sangat murah sampai yang menghabiskan dana milyaran rupiah. Dari yang asalnya permainan orang kampung sampai yang super modern. Prestasi mungkin penting, tapi prestise jauh lebih penting. Tapi ada juga kombinasi keduanya. 

Pada jalur ke-tiga, prestasi adalah proses panjang sejak pencarian bakat, pelatihan terstruktur dengan perencanaan matang dan berjangka waktu serta dana yang cukup. Kata kunci "pembinaan prestasi" bukan sekadar kiasan dan jargon. Apalagi eforia yang masih sering terjadi di negeri ini. Program, jika mengikuti tatanan yang sebenarnya, ada konsekuensi logisnya. 

Tidak harus rumit untuk mengejar predikat seolah-olah  ilmiah dan maju. Dengan pendekatan sederhana dan disesuaikan dengan kemampuan diri hasilnya bisa lebih positif ketimbang menyalin-tempelkan program dari sumber lain yang dasar logika serta situasinya dalam banyak hal  berbeda. 

Pendekatan ilmiah dalam pembinaan prestasi olahraga memang sangat penting. Kerjasama cabang-cabang olahraga baik secara mandiri maupun lewat asosiasi khususnya KONI dengan kampus keolahragaan seperti yang dilakukan oleh KONI Kabupaten Kebumen dan Universitas Negeri Yogyakarta patut diapresiasi. Masalahnya, kapasitas sumber daya manusia sudah memadai kah?  

Pertanyaan ini memang ditujukan kepada pengurus KONI. Tetapi jawaban pastinya ada di tangan pemerintah dan DPRD yang selama ini menganggap dirinya paling paham masalah. 

Pengurus cabang olahraga yang senantiasa berjibaku dengan urusan teknis dan strategis (kecuali yang gambar tempel) masih dibebani tambahan tugas merencanakan kegiatan mengikuti pola perencanaan pemerintah daerah yang ternyata tidak sepenuhnya dapat diikuti. Setidaknya, dua kasus OTT KPK atas pimpinan tertinggi memberi bukti bahwa pemerintah dan DPRD tidak mampu bekerja maksimal. Bahkan sebaliknya. 

Prestasi olahraga adalah investasi jangka panjang yang menyaratkan pengorbanan sumber daya ekstra besar. China dapat mencetak atlet berprestasi tingkat dunia dengan biaya triliunan Yuan, dimulai dari pencarian bakat sejak usia dini dan ada sistem apresiasi maupun degradasi yang jelas dan tegas. 

Sementara itu, kita lebih sering terbuang energi dan sumber dayanya karena lebih suka berada di tataran wacana yang sebagian besar masih tergolong tidak produktif. 

Catatan:

Tulisan ini untuk bahan renungan pribadi selaku pegiat olahraga dan pelatih tak bersertifikat pada cabang bridge yang daerahnya tengah dalam pantauan ketat KPK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun