Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerita Misteri) Isyarat Berkabut, Bagian Satu..

11 Oktober 2018   01:07 Diperbarui: 11 Oktober 2018   01:08 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan rumah dinas Bupati Kebumen 1952. Dokumen pribadi.

" Mas Joko, kita sudah sampai Kutoarjo. Kereta hanya sampai di sini. Besok pagi baru bisa melanjutkan perjalanan ke Kebumen atau Karanganyar", Linus tampak membawa bungkusan khas ransum. Namanya nuk, nasi bungkus alakadarnya. Lalu kami berdua makan dan setelah itu berbaur dengan yang lainnya. 

***

Pagi-pagi sekali kami sudah dibangunkan dengan peluit khas kereta api. Sinar lembayung mengitari stasiun besar itu. Ada yang sempat mandi dan berganti pakaian seperti saya yang memang dibiasakan oleh tradisi keluarga. 

Sambil menikmati pemandangan alam yang indah, saya coba mencari keberadaan Linus. Teman seperjalanan yang mengesankan. 

Semakin matahari meninggi, kerumunan orang di stasiun itu tampak bertambah banyak. Ada yang berseragam warna khaki dengan baret dan sepatu lars, khas tentara. 

Sebagian besar justru tidak berseragam. Yang berseragam tadi nampak sedang dibariskan oleh komandan pasukannya. Saya kenal orang itu. Dia kakak kelas di SMA B Kotabaru Yogyakarta. 

Tiba-tiba ada pengumuman dari seseorang bertubuh tinggi besar, berkulit gelap dan bersuara berat. Suasana jadi hening, semua berkhidmat. 

"Saudara-saudara seperjuangan. Saya Martono dari Markas Pusat Pelajar. Hari ini kita akan berangkat ke front Gombong Selatan dengan dua kereta. Ini rombongan terakhir pasukan pelajar dari berbagai kesatuan yang ada di Jawa", suara itu berhenti sejenak.

Martono tampak berbicara serius dengan tiga orang dengan seragam berbeda. Mereka sepertinya para komandan pasukan. Kemudian ia naik kembali ke atas panggung kecil.

" Kereta pertama telah diisi oleh teman-teman dari TRIP, TGP, SA/CSA dan TP gabungan Siliwangi, IMAM dan Batalyon 200 yang datang sejak dua hari lalu. Pasukan ini dipimpin saya sendiri", suara berat Martono menambah hikmat suasana. 

Kembali ia turun panggung kecil itu dan berbicara serius dengan para komandan pasukan yang disebut tadi. Waktu jedanya cukup lama, hampir satu jam. Entah apa saja yang mereka bicarakan. Yang jelas, para komandan pasukan yang mendampingi orang yang biasa dipanggil Mas Ton membubarkan diri dan menuju kereta pertama yang siap berangkat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun