Jejak Onje dalam Takdir (5): Garendi, Sunan Kuning -- Darah Onje ke Takhta Kartasura
Oleh: Toto Endargo
Sejarah sering berputar dengan cara yang tak terduga. Di saat darah raja seolah lenyap dari pusat kekuasaan, takdir membawanya kembali melalui jalan yang sunyi. Begitulah kisah Garendi, cucu Rara Mundhi dari Onje, cucu Amangkurat III, putra Raden Tepasana, yang untuk sesaat menduduki singgasana Kartasura dengan gelar Sunan Kuning.
Akar Onje dan Darah Pembuangan
Kisah ini bermula jauh sebelum kelahiran Garendi, ketika kakeknya, Amangkurat III (Raden Mas Sutikna), kalah perang melawan pamannya, Pangeran Puger (Pakubuwana I). Kekalahan itu mengasingkan dirinya ke Ceylon. Dari salah satu istrinya, Rara Mundhi, gadis Onje, lahirlah seorang putra bernama Raden Tepasana---pangeran yang membawa garis darah Mataram, namun tumbuh dalam bayang-bayang pembuangan.
Darah Onje inilah yang kelak menyambungkan sebuah desa kecil di Purbalingga - Banyumas dengan pusat kekuasaan Jawa. Sebuah simpul yang mungkin tampak sederhana, tetapi dalam pandangan budaya Jawa, setiap garis keturunan menyimpan takdir yang bisa tiba-tiba bangkit di panggung sejarah.
Dari Tepasana ke Garendi
Raden Tepasana tumbuh sederhana, menikah, dan memiliki anak-anak, termasuk seorang putra bernama Garendi. Dalam ingatan masyarakat, Garendi kecil adalah bocah cerdas dengan sorot mata tajam. Ia mewarisi karisma Amangkurat III, tapi juga kesahajaan ayahnya. Sejak dini ia tahu bahwa dirinya memikul darah raja, meski takhta terasa jauh.
Namun falsafah Jawa mengajarkan: "sing sapa nandur, bakal ngundhuh"---barang siapa menanam, kelak akan menuai. Garendi hidup di masa yang mempertemukan darah dan kesempatan.
Gelombang Pemberontakan