Jejeran Wayang: Kerta Raharja - Negeri Ideal dalam Falsafah Jawa
Oleh: Toto Endargo
Kalau Anda pernah menonton wayang, pasti akrab dengan adegan jejeran---pembukaan ketika negeri digambarkan sedang tenteram. Kalimatnya indah: "tata tentrem, kerta raharja." Sepintas terdengar hanya doa atau klise, tapi sesungguhnya inilah visi politik dan budaya Jawa yang sangat serius.
Kerta: Aman Tanpa Dinding
"Karta para kawula ing karang padusunan, ingkang angingu raja kaya, bebek, ayam, kebo sapi, tan ana kang cinancangan, kalamun raina haglar ing pangonan, kalamun ratri padha bali marang kandhange sowang- sowing."
Dalam teks jejeran disebutkan, ternak seperti bebek, ayam, kerbau, sapi, tidak perlu dikandangkan, tidak perlu dijaga. Siang dilepas, malam kembali sendiri ke kandang. Inilah arti kerta: keamanan yang tidak bergantung pada pagar dan ancaman, tetapi karena tatanan hidup yang harmonis.
Dalam falsafah politik, kerta berarti negara yang tidak menakut-nakuti warganya dengan aturan represif. Rakyat merasa aman bukan karena takut, tapi karena percaya. Ini berbeda jauh dengan kondisi di mana keamanan dipelihara lewat intimidasi.
Raharja: Bebas dari Kejahatan dan Korupsi
"Raharja, dene tebih parang muka tuwin para abdi mantri bupati dhatan wonten ingkang sami lampah cecengilan, atut runtut saiyeg saeka kapti, sirna saking lampah durjana juti."
Jejeran juga menyebut rahardja: kehidupan yang jauh dari perampokan, pejabat tidak semena-mena, rakyat rukun, semua tunduk pada aturan yang adil. Raharja adalah keadaan sosial yang bersih dari durjana---kejahatan maupun penyalahgunaan kekuasaan.
Secara budaya, inilah gambaran guyub rukun: hidup yang diwarnai saling percaya, bukan saling mencurigai. Runtut, saiyeg saeka kapti---bersatu tujuan dalam harmoni.
Jejeran Sebagai "Visi Negara"
Di sinilah menariknya. Wayang bukan sekadar hiburan, tapi juga dokumen politik-budaya. Jejeran menggambarkan negeri ideal yang diimpikan masyarakat Jawa: negara yang menumbuhkan rasa aman (kerta) dan hidup berkecukupan tanpa ketakutan (rahardja).
Bayangkan jika jejeran itu kita pakai mengukur kondisi negeri kita sekarang. Apakah ternak bisa dibiarkan lepas tanpa takut dicuri? Apakah pejabat menjalankan tugasnya tanpa "lampah cecengilan"? Apakah hukum sungguh-sungguh menyingkirkan durjana, atau justru bersekutu dengannya?
Falsafah yang Relevan
Secara filosofis, frasa "sirna saking lampah durjana juti" adalah puncak ajaran moral dalam potongan jejer ini. Negeri yang raharja bukan sekadar makmur secara ekonomi, tetapi juga bebas dari perilaku jahat dan durhaka.
Dalam falsafah Jawa, tata tentrem dan karta raharja hanya mungkin tercapai bila pemimpin dan rakyat sama-sama mengekang hawa nafsu: tidak tamak, tidak culas, dan tidak serakah. Kehidupan yang selaras dengan dharma akan membuat semua pihak tenteram.
Dengan kata lain, falsafah Jawa mengajarkan bahwa kemakmuran sejati bukanlah akumulasi kekayaan, melainkan tercapainya ketertiban moral dan kerukunan sosial.
Bagi Jawa, kerta rahardja bukan sekadar utopia, melainkan standar kepemimpinan. Seorang raja atau pemimpin sejati bukan hanya membangun jalan dan gedung, tapi memastikan rakyat merasa aman dan tenteram. Jika rakyat masih takut ditipu, masih resah oleh korupsi, atau masih waswas karena kekerasan, berarti negeri itu jauh dari kerta rahardja.
Dari Wayang ke Kehidupan Nyata
Jejeran wayang seakan bertanya kepada kita: apa artinya pembangunan jika rakyat tidak aman? Untuk apa gedung tinggi jika pejabatnya "cecengilan"? Apa gunanya demokrasi jika rakyat tetap takut bersuara?
Mungkin inilah saatnya kita belajar lagi pada jejeran wayang. Bahwa negeri ideal itu sederhana saja: aman tanpa rasa takut, tenteram tanpa cemas, pemimpin bersih dari durjana.
Adegan jejer wayang, dengan ungkapan tentang negeri yang tata tentrem, karta raharja, bukan sekadar gambaran fiksi. Negeri kerta rahardja---sebuah falsafah Jawa yang tetap relevan hingga hari ini. Ia adalah cermin idealisme politik, budaya, dan falsafah Jawa yang diwariskan dari generasi ke generasi. Â ===
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI