Babad Onje: Dari Ngabei Dhenok ke Dipayuda Pagendholan dan Akar Purbalingga
Oleh: Toto Endargo
Setelah Kyai Ngabdullah
Pada artikel sebelumnya kita membahas bagaimana Kadipaten Onje runtuh dan berubah menjadi perdikan religius di bawah pimpinan Kyai Ngabdullah. Namun, sejarah tidak berhenti di sana. Punika Serat Sejarah Babad Onje mencatat fase berikutnya: pergantian tokoh-tokoh yang mengelola wilayah, menjaga kesinambungan Onje dalam bentuk baru.
"...nunten seda Kiyai Ngabei Dhenok ketampen dhateng putra Kiyai Ngabei Gabug. Nunten Kiyai Ngabei kondur, nunten ketampen Kiyai Ngabei Cakrayuda asal saking Toyamas, nunten Kiyai Ngabei Cakrayuda kondur, ketampen dhateng Kiyai Ngabei Dipayuda kang saking Pagendholan". Â
Ngabei Dhenok Wafat, Muncul Ngabei Gabug
Ketika Kyai Ngabei Dhenok (Dipayuda I dari Pamerden) wafat, kepemimpinan administratif diteruskan oleh putranya, Kyai Ngabei Gabug. Dalam tradisi setempat ia dikenal juga sebagai Dipayuda II (dari Pamerden), ditunjuk dari lingkungan keluarga Yudanegara III. Masa jabatannya relatif singkat, dan catatan babad menyebut ia tidak meninggalkan keturunan yang dianggap cocok untuk meneruskan garis kekuasaan.
Cakrayuda dari Toyamas
Setelah Ngabei Gabug "kondur" (mengundurkan diri atau wafat), tampuk kepemimpinan beralih kepada Kyai Ngabei Cakrayuda yang berasal dari Toyamas. Kehadiran tokoh dari luar wilayah menunjukkan bahwa Onje pasca-kadipaten tidak lagi berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari jaringan perdikan dan pusat administratif kecil di sekitar timur Gunung Slamet. Masa jabatan Cakrayuda pun tidak lama. Dalam babad disebutkan, ia akhirnya "kondur", membuka jalan bagi pergantian berikutnya.
Dipayuda dari Pagendholan