Ramai Saat Buka, Diam Saat Tutup: Sebuah Catatan Etika InformasiÂ
Di banyak sudut kota, bahkan pelosok desa, kita kerap menyaksikan satu momen yang hampir selalu sama: sebuah usaha baru dibuka, tempat kuliner baru, dan semangat membuncah ke segala arah.
Poster warna-warni menempel di tiang listrik, selebaran menyebar dari tangan ke tangan, influencer lokal ikut bersuara, dan media sosial ramai menyoroti "grand opening" yang menjanjikan pengalaman baru. Tak heran, masyarakat pun antusias --- mendukung, mencoba, dan memberi ulasan.
Namun, beberapa bulan kemudian, suasana berubah drastis. Toko atau tempat yang dulu ramai itu mendadak gelap. Tanpa kabar. Tanpa pamit. Akun media sosialnya membeku di unggahan terakhir yang masih lantang mengiklankan promo bulan lalu.
Tak jarang, ada yang datang kembali karena pernah puas, ternyata hanya untuk mendapati pintu gerbang atau pintu toko-warung sudah tertutup, bahkan nama tempatnya sudah berganti. Ini bukan hanya soal bisnis yang gagal.
Ini soal tanggung jawab informasi. Jika saat buka bisa begitu gegap gempita memberi tahu publik, mengapa saat tutup justru diam seribu bahasa?
Tempat Wisata Virtual yang Sudah Mati di Dunia NyataÂ
Tak hanya di dunia bisnis, fenomena ini juga akrab dalam ranah pariwisata. Media sosial penuh dengan gambar-gambar menggoda: air terjun yang memesona, hutan pinus yang syahdu, jembatan cinta di atas bukit hijau. Filter dan angle cerdas menjadikan tempat itu tampak surgawi. Tapi ketika seseorang memutuskan untuk datang, realitasnya menghantam keras. Jalan menuju lokasi rusak, fasilitas terbengkalai, bahkan petunjuk arah tak lagi ada.
Tempat itu secara fisik sudah mati, namun secara digital masih hidup. Akun-akun promosi --- yang tak jarang hanya mengejar klik dan tayangan --- terus menyebarkan informasi kadaluwarsa. Tidak ada klarifikasi, tidak ada peringatan, hanya citra yang tetap dipoles.
Kita pernah melihat hal ini membuncah di masa pandemi. Tiba-tiba semua orang berkebun, menerbitkan majalah daring, bersepeda, merawat tanaman hias, membangun komunitas virtual. Tapi saat pandemi mereda, semua itu menghilang tanpa jejak.