"Pagi, Ar! Ah gemaguse! Tumben mau nyapa orang!" jawabnya. Aku berhenti.
"Tentu! Pagi ini adalah pagi untuk beramah tamah. Bukan pagi untuk melipat jidat. Lihat matahari cerah, burung-burung bernyanyi. Mengapa kita tidak? Mari kita menyanyikan lagu gembira!" Kataku sambil berlalu.
Dan mulutku monyong, menyiulkan lagu si unyil. Nyil unyil unyil unyil... ! Asyik Sro! Pak Bun geleng-geleng kepala, mungkin batinnya: Argo gila!
==
Baru lima anak di kelasku. Yang tiga sibuk menyelesaikan Pekerjaan Rumah Matematika. Paling nyontek teman.
"Uh, kapan Indonesia maju, kalau generasi mudanya malas-malas macam kalian. PR saja nyontek!"Â kataku pada mereka.
"Ah diam kau, Ar! Mentang-mentang ketua kelas, disayang guru. Urus saja diri sendiri, seperti belum pernah nyontek!" jawab Tumino. Sialan, terpaksa aku jadi diam
==
Semakin banyak teman yang datang, makin ramai suasana kelas. Padahal menurut peraturan sebelum bel masuk anak-anak dilarang ngendon di kelas. Tapi apa lacur, adat ngendon sulit dibasmi. Anisa, Isna dan Dyah datang bertiga.
"Haa, mana kadonya?" tanyaku, "Uih, hebat!" teriakku setelah melihat Dyah membawa kado.
"Huss, jangan keras-keras!"Â bentak Anisa sambil memancungkan mulut. Ah, iya acara ini tak boleh terdengar lain kelas.