Tomok, Samosir-- Di tengah pesona alam Danau Toba yang mendunia, tersimpan kisah bersejarah dan penuh makna dari makam Raja Sidabutar, situs pemakaman kuno yang berusia lebih dari 400 tahun. Terletak di Desa Tomok, Pulau Samosir, makam ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir raja pertama bermarga Sidabutar, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya, spiritualitas, dan kearifan lokal masyarakat Batak Toba.
makam Raja Sidabutar merupakan representasi unik dari kebudayaan Batak Toba yang sarat dengan makna simbolik dan nilai-nilai adat yang kuat.
Makam ini dipahat dari batu alam berbentuk kepala manusia, dihiasi dengan  Gorga atau ukiran khas Batak Toba, dan menggunakan tiga warna utama: merah (keberanian), putih (kesucian), dan hitam (kepemimpinan). Setiap ornamen di makam ini tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga fungsi dan makna budaya yang mendalam.
Beberapa simbol penting yang tersirat  dalam Pekarangan Makam ini antara lain:
Ulos, kain tradisional Batak yang wajib dikenakan oleh pengunjung sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.
Boras Pati (lambang cicak), melambangkan kemandirian dan peringatan agar tidak menjadi sombong saat berada di puncak.
Odap-odap (simbol payudara), merepresentasikan kesuburan perempuan Batak.
Rambut Simba, rambut panjang Raja Sojoloan yang tidak boleh dipotong karena diyakini sebagai sumber kesaktian.
Dalihan Na Tolu, falsafah hidup Batak yang menjunjung tinggi harmoni dan saling menghormati antar-relasi sosial.
Bendera Batak Toba, dengan warna merah, putih, dan hitam yang mewakili tiga dunia dalam kosmologi Batak: Banua Ginjang (langit), Banua Tonga (dunia manusia), dan Banua Toru (alam bawah).
Dari Makam ini juga mengungkapkan akulturasi budaya dan toleransi agama yang hidup dalam dinasti Sidabutar. Dari Raja pertama yang menganut kepercayaan Parmalim hingga raja ketiga yang memeluk agama Kristen, pergantian keyakinan tersebut berlangsung damai tanpa konflik internal. Hal ini menjadi cermin kerukunan umat beragama di tengah tradisi adat yang tetap lestari.
Kisah menarik juga datang dari kehadiran patung Panglima Tengku Muhammad Said, seorang pahlawan dari Aceh yang diabadikan dalam ornamen makam sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya dalam peperangan bersama Raja Ompu Sojoloan. Kunjungan ke makam Raja Sidabutar bukan sekadar wisata budaya, tetapi juga pengalaman spiritual. Para pengunjung diwajibkan memakai ulos dan mengikuti ritual masuk-keluar makam sesuai adat. Bahkan, disebutkan bahwa siapa pun yang melanggar tata krama ini bisa mendapat "peringatan" melalui mimpi dari sang Raja.
Dengan demikian, makam Raja Sidabutar bukan hanya monumen sejarah, melainkan narasi hidup tentang kehormatan, spiritualitas, dan kearifan lokal yang patut dilestarikan dan dipelajari oleh generasi masa kini.
Referensi:
Panjaitan, Novita Marlina, dkk. (2024). *Ornamen Makam Raja Sidabutar: Kajian Semiotika*. Jurnal Pendidikan Tambusai, Volume 8 Nomor 3, Hal. 41240--41246. ISSN: 2614-6754 (print), 2614-3097 (online). Universitas Sumatera Utara.
PemKab, 2011. Rencana Strategi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Samosir Tahun 2011-2015. Samosir: Kabupaten Samosir.