Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dan Dosen Kunci Keberhasilan Pengajaran dan Pendidikan Sastra (Daring)

21 Agustus 2021   13:57 Diperbarui: 21 Agustus 2021   14:21 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sewajibnya, sesuai makna dan tujuan, sastra menjadi vital bagi perkembangan dan kemajuan budaya, serta karakter bangsa. Sastra yang berhasil, menyerang kedalaman pikiran dan hati manusia, pola pikir manusia, hingga berbudi pekerti luhur. Namun, hingga detik ini, rakyat masih sulit mencari keteladanan dari para elite negeri ini yang  diamanahi rakyat duduk di parlemen dan pemerintahan.

Bila tujuan sastra tercapai, berhasil mendidik dan menghibur, maka siapa pun yang bergelut dan menggumuli sastra, hatinya akan gembira. Hati gembira, terhibur adalah obat yang manjur untuk merawat pola pikir manusia yang positif, terlebih di saat pandemi dan otomatis meningkatkan imun. Ironisnya, meski dalam kondisi pandemi, sastra yang diciptakan para tokoh di parlemen dan pemerintahan, juga mencerminkan kegagalan pembelajaran sastra di Indonesia selama ini. Sepertinya, yang duduk di parlemen dan pemerintahan juga sangat kurang dalam bergelut dan menggumuli sastra.

d. Sastra lahir dari Sensibilitas, sensitifitas, responsibilitas (SSR)

Kemudian bicara kreativitas dan inovasi, sejarah dunia telah mencatat bahwa karya sastra hebat dan monumental banyak lahir di saat manusia sedang mengalami peristiwa sulit, kesusahan. Sehingga imajinasi menuntun kepada banyaknya karya sastra dunia dan Indonesia yang lahir karena rakyat menderita ditindas oleh pemerintahan otoriter. Banyak karya sastra lahir dengan tema wabah, bencana dan lain sebagainya.

 Dalam situasi sulit, susah, wabah, bencana, bagi manusia yang sudah bergelut dan menggumuli sastra hingga mendarah daging, dengan sendirinya akan mengalir rasa dan sikap sensibilitas, sensitivitas, dan responsibilitas (SSR). Sensibilitas, kemampuan menangkap peristiwa dari luar. Sensitivitas, kecepatan merespons peristiwa tersebut, dan responsibilitas, aksi nyata untuk mewujudkan proses sensibilitas dan sensitivitas.

Dengan pemahaman kuat atas makna, tujuan, dan SSR terhadap sastra, akan menjadi modal kuat bagi pengajar sastra dalam pembelajaran sastra yang mendidik dan menghibur, lalu disesuaikan dengan ranah pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Terlebih dengan kebijakan merdeka belajar, maka pengajar sastra memiliki keleluasaan dalam melakukan kreativitas dan inovasi pembelajaran dengan tetap memperhatikan kompetensi dirinya dalam pemahaman dan praktik sastra. Kemudian mengaplikasikan kepada peserta didik/mahasiswa dengan memperhatikan, kurikulumnya serta kolaborasi antara kompetensi, kreativitas, inovasi, dan strategi, untuk tingkat pendidikan dasar memperkenalkan sastra. Tingkat pendidikan menengah mengapresisi sastra, dan pendidikan tinggi memproduksi karya sastra.

Itu untuk takaran umum. Namun, saya juga tahu ada sekolah di ranah pendidikan dasar, karena kompetensi pengajarnya, peserta didik malah sudah mampu mengenal sastra, mengapresiasi sastra, hingga memproduksi karya sastra. Begitu pun sekolah di pendidikan menengah, ada yang sudah mumpuni hingga memproduksi karya sastra, tidak harus menunggu di ranah pendidikan tinggi.

Nah, dalam situasi pandemi, pengajar juga memiliki kedalaman tentang kondisi ekonomi dan sosial peserta didik/mahasiswanya. Dengan paham kondisi latar belakang siswanya, maka kreativitas, inovasi, dan strategi apa yang akan diterapkan dalam pengajaran sastra via daring tinggal pilih menu mana yang tepat diterapkan.

(5) Model pembelajaran sastra daring

 Dari identifikasi masalah pembelajaran daring pada umumnya, kemudian masalah pengajaran sastra dan problematikanya tersebut,  maka khususnya mengatasi masalah pengajaran sastra yang terpuruk, akan dapat diminimalisir. Dengan subyek guru atau dosen memahami betul kompetensi dan kualitas dirinya dalam hal sastra, sekurangnya yang paling minimal terhadap kemampuan bersastra, kemudian memahami situasi dan kondisi peserta didik atau mahasiswa terutama hal sosial dan ekonominya, maka guru atau dosen dapat memilih kreasi dan inovasi serta strategi pembelajarannya akan menggunakan media daring yang mana.

Yang pasti, dalam situasi pandemi dan keterbatasan kemampuan kompetensi sastra pengajarnya, maka hal bijak yang wajib dikedepankan adalah jangan sampai pembelajaran sastra tambah menjadi sekadar tempelan dan tambah numpang lewat atau formalitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun