Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dan Dosen Kunci Keberhasilan Pengajaran dan Pendidikan Sastra (Daring)

21 Agustus 2021   13:57 Diperbarui: 21 Agustus 2021   14:21 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

a.  Guru atau Dosen adalah teladan

Agar pengajaran sastra tidak sekadar numpang lewat, tempelan atau formalitas, maka guru atau dosen wejib menjadi teladan. Jangan sampai  guru dan dosen menjadi pihak yang jarkoni (bisa mengajar tidak bisa melakoni). Sepanjang saya bergelut dalam pengajaran dan pendidikan sastra puluhan tahun, baik dalam kelas formal, ruang ekstrakurikuler, ruang pelatihan, ruang seminar dll,  peserta didik atau mahasiswa bahkan guru atau dosen merasa senang dan nyaman ketika belajar dan menerima pendidikan sastra karena menjadi bagian yang terlibat secara langsung, bukan hanya sekadar menjadi obyek pengajaran dan pendidikan. Dengan mereka terlibat langsung dalam hal sastra, maka pengajaran dan pendidikan sastra berubah menjadi kehidupan bersastra.

Untuk itu, guru dan dosen wajib mengidentifikasi dirinya sendiri, apa kompetensi yang diunggulkan yang dapat membikin peserta didik dan mahasiswa percaya diajar dan didik oleh orang yang memang mampu bersastra karena sudah pasti akan menjadi teladan tersendiri bagi peserta didik dan mahasiswa. Manakah hal sastra lisan dan tulisan yang sudah diproduksi oleh guru dan dosen bahkan juga mampu jadi pemeran atau aktor dari sastra lisan dan tulisan itu. Semisal dalam jenis tulisan, sudah menciptakan puisi, lagu, cerpen, naskah drama, artikel pendidikan, artikel sastra yang terpublikasi di media massa. Hal ini tentu menjadi tambahan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik dan mahasiswa.

Dari kompetensi-kompetensi tersebut, yang sudah merupakan kesatuan dari mengenal sastra, mengapresiasi sastra, memproduksi sastra, mungkin melengkapi dengan kemampuan memproduksi pertunjukkan sastra, seperti penguasaan terhadap manajemen produksi dan manajemen artistik pertunjukkan sastra (puisi, cerpen, drama dll).

Bila salah satu bekal kemampuan tersebut sudah ada pada diri guru atau dosen, maka akan sangat mujarab membikin peserta didik atau mahasiswa menjadi tertarik dan hanyut dalam dunia sastra serta pengajaran dan pendidikan. Peserta didik atau mahasiswa pun menjadi percaya karena saat mengajar dan mendidik, guru dan dosen melakukan dengan sepenuh hati dan jiwa raga bahwa sastra itu memang luar biasa. Sastra adalah pedoman hidup. Karena sastra kita jadi tahu ada sebab, masalah, konflik, dan akibat dalam semua ranah kehidupan dunia dan manusia.

Dengan keteladanan tersebut, peserta didik dan mahasiswa pun menjadi percaya pada diri kita, sehingga yang awalnya tak mengenal sastra menjadi kenal. Lalu, mulai mencintai mengapresiasi sastra, kemudian mampu memproduksi karya sastra, dan akhirnya mampu pula membuat pertunjukkan sastra. Memang, selama ini, kawah candradimuka calon guru atau dosen tak cukup dalam membekali ilmu dan praktik sastra karena keterbatasan kurikulum dan juga kompetensi pengajarnya. Untuk itu, bagi para calon guru atau dosen atau yang sudah menekuni jadi guru dan dosen khususnya pengampu pelajaran bahasa dan sastra, wajib kreatif dan inovatif, mencari tambahan ilmu dan tempat praktik-praktik sastra secara mandiri, dengan bagaimana pun upayanya. Bila hal tersebut tak dilakukan oleh guru dan dosen, lalu terus berkutat menyalahkan dan mengkambinghitamkan keadaan baik kurikulum, sarana dan sebagainya, maka pengajaran sastra akan terus terpuruk.

Bagi guru dan dosen sastra, mustahil akan mampu mentransfer ilmu dan praktik sastra melalui pengajaran dan pendidikan dengan benar dan baik, tanpa menjadikan sastra minimal sebagai hobi, meskipun tidak berminat dan tidak berbakat. Belum lagi kendala daring dan teknologi di masa pandemi ini. Sebab, pengajaran dan pendidikan sastra via daring yang dilakukan oleh guru dan dosen yang berbakat  dan mumpuni dalam sastra sekali pun, belum tentu berhasil karena ada faktor penghambat sosial, ekonomi, internet, dan teknologi yang terkendala di bebagai sudut, meski guru dan dosen sudah mampu duduk sebagai model sastranya.

b.  Alternatif pengajaran Sastra

 Sejauh ini, alternatif media atau platform yang bisa digunakan sebagai kendaraan pengajaran dan pendidikan sastra daring tetap sama dengan pembelajaran daring pada umumnya, yaitu mulai dari WhatsApp (WA), Google Class Room (GCR), Zoom Meeting (ZM) dan lainnya. Dari masing-masing aplikasi pun sudah dapat diidentifikasi kekurangan dan kelebihannya, sehingga guru dan dosen dapat memilih mana aplikasi media yang paling sesuai dengan kondisi dan latar belakang sosial dan ekonomi para peserta didik dan mahasiswanya. Selain kendaraan aplikasi tersebut, guru dan dosen, serta peserta didik dan mahasiswa juga dapat menggunakan aplikasi media sosial (mesdos) lain yang tentu akan semakin menambah mudahnya pengajaran dan pendidikan sastra seperti aplikasi You Tube, Twitter, Facebook, Instagram, Line dan lainnya, dengan futur-fitur yang semakin dapat mempermudah dalam mengenalkan, mengapresiasi, memproduksi, hingga membuat pertunjukkan sastra baik lisan maupun tulisan.

Kini, hampir semua medsos, bahkan telah dijadikan alat atau media bukan sekadar untuk gaya hidup oleh generasi milenial dan generasi Z, tetapi sudah menjadi lahan hidup. Hingga melahirkan artis dan selebgram baru dan instan dari dunia medsos, tetapi memiliki jutaan pengikut dan penghasilan yang sampai miliaran. Padahal, apa yang dilakukan oleh para artis selebgram tersebut rata-rata hanya membikin konten, yaitu informasi yang tersedia melalui media atau produk elektronik.

Bila merujuk pada apa itu sastra dan tujuan sastra, maka konten yang dibuat oleh para artis selebgram adalah sama dengan karya sastra. Untuk membikin konten tentu ada proses ide, penulisan, proses produksi, hingga proses penayangan. Semua itu, tak ubahnya dunia sastra modern via elektronik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun