Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Memahami Pembina dan Pelatih Sepak Bola di Indonesia

18 Juni 2021   19:30 Diperbarui: 18 Juni 2021   21:32 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Targetnya berprestasi dan juara dalam sebuah event, tapi cara merekrut pemain juga klasik. Tetap ada aroma, pemain yang dipilih tergantung dari siapa gerbong pembina dan pelatihnya. Ada pula aroma pemain titipan, dan ada aroma suka dan tidak suka serta dari mana asal pemain terpilih.

Semestinya, bila arahnya prestasi, memilih pemain itu tak pandang bulu. Bila dalam program dan prasyarat tim, pemain didaftarkan 30 orang, maka jangan ada satupun pemain dari 30 pemain itu yang rapor kompetensi teknik,  intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS), yang nilainya di bawah 80. Jadi, tidak ada pemain yang hanya dijadikan pajangan di bench pemain apalagi sekadar mengisi tribun penonton.

Lebih dari itu, yang sangat nampak dari para pembina dan pelatih, bahkan dari timnas hingga akar rumput, tanpa disadari mereka banyak yang membunuh dan menjatuhkan mental pemain. Perilakunya bukan sekadar terus membangku cadangkan pemain, tetapi terus mengubah posisi pemain, karena menurut mereka sang pemain tak cocok dengan skemanya atau tak kompeten sesuai kemampuan yang dituntutnya. Lucu, kan?

Sadarkah mereka akan hal ini? Apa akibatnya, banyak pelatih yang saling berkomentar, sebab seorang pemain yang bisa sampai terpilih masuk tim kota/kabupaten/provinsi hingga timnas, tentu sudah ditempa oleh tangan-tangan pembina dan pelatih lain sebelumnya.

Saat si pelatih sebelumnya menangani pemain bersangkutan posisinya ini atau itu, tapi di tangan pelatih yang sekarang merekrutnya, posisinya diubah, bahkan tak lagi dapat kesempatan bermain dan hanya jadi pajangan bangku cadangan atau mengisi tribun penonton.

Mengapa pelatih tega melakukan itu dan sangat mengecilkan perjuangan pemain hingga menjatuhkan mental pemain? Bila pembina dan pelatih cerdas, paham pedagogi, menguasai teknik mendidik, maka bila sejak awal pemain bersangkutan sudah dianggap tak layak, pembina dan pelatih harus tegas. Jangan berpikir kepentingan. Coret dan keluarkan saja pemain dari tim. Itu lebih baik, dari pada menyiksa mental pemain sepanjang bergabung di dalam tim.

Pemain bersangkutan pun akan cepat sembuh mental dan kepercayaan dirinya saat kembali ke tim atau klub aslinya dengan pembina dan pelatih yang sudah lebih paham dan membesarkannya. Dari pada terus sekadar jadi pelengkap di dalam tim yang diasuhnya, karena di luar tim itu, pemain akan dapat kembali berkembang. Meski tak harus membela tim kota/kabupaten/provinsi/timnas.

STy tentu tak menyadari, berapa pemain timnas yang telah direkrutnya, lalu dijatuhkan mentalnya karena mengubah posisi bermain, pun menjadikan pemain penghuni bench pemain atau tribun penonton abadi semasa event berlangsung.

Bagaimana dengan pemain yang direkrut untuk berprestasi di tingkat kota/kabupaten/provinsi? Para pembina dan pelatihnya juga setali tiga uang dengan STy.

Bila sikap STy setali tiga uang dengan para pembina dan pelatih di tim tingkat kota/kabupaten/provinsi, tentu tak bisa disamakan dengan pelatih di tingkat Klub amatir maupun profesional.

Di klub amatir atau profesional, Liga 3, Liga 2, Liga 1, misalnya, maka pelatih memiliki hak perogratif untuk memperlakukan pemain. Memasang, mengubah posisi bermain, mencadangkan, bahkan mencoret. Itu hak pelatih. Tetapi di tim tingkat kota/kabupaten/provinsi/timnas, terlalu banyak aroma, sehingga tajuk prestasi hanya sekadar tema karena di dalamnya lebih kental dan lebih kuat kepentingan-kepentingannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun