Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Maulid Nabi Muhammad SAW Keteladanan, Bukan Cuti atau Libur Panjang

29 Oktober 2020   09:25 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:39 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di tengah pandemi corona yang masih belum dapat dijinakkan dan terus meningkat di Indonesia, ternyata rakyat Indonesia justru terus digoda oleh kehidupan dunia yang justru diberikan ruangnya oleh pemerintah, bernama cuti dan libur bersama.Setelah sekian bulan hampir semua daerah di Indonesia diberlakukan PSBB. Bekerja, sekolah, kuliah, ibadah, dan lain sebagainya dilakukan di rumah (WFH), maka, saat pemerintah justru memberikan ruang yang saya sebut sebagai godaan karena memutuskan ada cuti bersama dan libur panjang, di sinilah kita dapat melihat wajah asli masyarakat Indonesia. Apakah cerdas dan bijak menyikapi kondisi dan situasi.

Apakah godaan itu justru akan membuat masyarakat tetap sadar, konsisten, dan tak keluar rumah demi antisipasi dan pencegahan penularan virus corona? Atau, masyarakat justru akan memanfaatkan godaan berwujud "kebebasan" untuk berlibur, melakukan perjalanan, berwisata, bersenang-senang dll,di tengah corona?

Masyarakat hedonis

Di sinilah kita dapat melihat sikap masyarakat kita yang diberikan godaan, apakah akan menyikapi dengan cerdas intelegensi maupun cerdas emosi. Bila pada akhirnya, masyarakat lebih tergoda untuk memanfaatkan cuti dan libur bersama untuk berkunjung, melakukan perjalanan, wisata, dll, maka itulah masyarakat kita yang memang sulit dikendalikan untuk tidak hidup dalam suasana hedonis.

Lebih mementingkan diri sendiri. Memaksakan diri dengan gaya hidup karena tak mau tersaingi oleh tetangga/saudara/masyarakat lain. Tak mau ketinggalan momentum cuti dan libur bersama sekadar untuk menunjukkan bahwa diri dan keluarganya adalah orang mampu atau kaya. Dan, akan ketinggalan bila tak ikut-ikutan gaya hidup masyarakat lainnya, karena masih memikirkan gengsi dan harga diri, ketimbang fakta bahwa sebenarnya kehidupannya tidak seperti yang diperlihatkan jadi orang hedon.

Padahal, libur nasional dan cuti bersama Maulid Nabi Muhammad yang ditetapkan pada 28-30 Oktober 2020 yang diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) tentang Hari Libur dan Cuti Bersama tahun 2020 ini, bisa disebut sebagai fasilitas dari pemerintah. Dan, rakyat wajib memanfaatkannya secara bijak dan cerdas.

Sayang, Hari libur nasional yang aslinya jatuh pada tanggal 29 Oktober 2020 (Kamis), merupakan Maulid Nabi Muhammad SAW, namun ditambah cuti bersama Maulid Nabi Muhammad pada tanggal 28 dan 30 Oktober 2020 (Rabu dan Jumat), ternyata tetap saja tak dapat disikapi dengan bijak oleh sebagian rakyat Indonesia. Terlebih, di tambah libur Sabtu dan Minggu, maka rakyat dapat menikmati liburan dan cuti bersama selama 5 hari.

Pada akhirnya, masyarakat yang memaksakan diri, biasanya hanya berpikir di depan, tak memikirkan belakangnya. Semisal, yang penting jalan, berlibur, dan setelahnya bingung untuk kehidupan lanjutan terutama dari segi keuangan. Buntutnya, berbagai kewajiban tagihan menunggak, untuk makan pun susah.

Keteladanan Nabi Muhammad SAW

Fasilitas yang saya sebut godaan dari pemerintah dengan pemberian cuti dan libur bagi masyarakat, bila disikapi dengan bijak, seharusnya dengan kondisi seperti sekarang, akan sangat bijak bila semua masyarakat memanfaatkannya untuk tetap diam di rumah. Namun, siapa yang sebenarnya memang layak memaksakan diri untuk melakukan perjalanan dan wisata karena ada kesempatan cuti dan libur?

Jawabnya, tentu masyarakat yang masih bekerja baik di pemeritahan maupun swasta. Lalu, masyarakat yang memiliki uang, memiliki kendaraan, dll, yaitu golongan masyarakat menengah ke atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun