Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Balada "The Three Lions" Inggris dan "La Albiceleste" Argentina

13 Juli 2021   08:06 Diperbarui: 13 Juli 2021   18:53 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase logo Euro 2020 & Copa America 2021. Sumber: www.uefa.com & www.conmebol.com

"London Has Fallen". Boleh jadi, judul film yang dibintangi aktor Gerald Butler itu, kini pas menggambarkan atmosfer nan sendu yang menyelimuti kota London saat ini. Puluhan ribu pendukungnya bahkan ikut menjadi saksi langsung tumbangnya The Three Lions di Final Euro 2020 yang berlangsung di stadion Wembley, London. Sementara itu, di stadion Maracana, Rio de Janeiro- Brazil, La Albiceleste, julukan Timnas Argentina justru berdansa Tango merayakan kemenangan di Final Copa America 2021. 

Inggris dan Argentina memang tidak berhadapan langsung di lapangan hijau kali ini. Bagaimana mungkin. Yang satu berlaga di Euro 2020 di benua Eropa. Sedangkan, yang lain bertarung di Copa America 2021 di benua Amerika Selatan.

Tetapi, siapa yang tidak tahu, keduanya begitu kerap dibandingkan. Tidak terkecuali usai perhelatan dua turnamen besar ini. Apalagi kedua turnamen ini berlangsung bersamaan. Dan kebetulan pula, baik Timnas Inggris maupun Timnas Argentina sama-sama sukses mencapai babak final.

Perseteruan Inggris dan Argentina sebetulnya tidak hanya di lapangan bola. Sejarah permusuhan keduanya juga terjadi di luar sepak bola. Masih ingat Perang Falklands (Malvinas) pada tahun 1982? Atau bagaimana dengan kontroversi "Gol Tangan Tuhan" ala Maradona di perempat-final Piala Dunia 1986 yang berlangsung di stadion Aztec, Mexico City. Tidak lupa, bukan?

Dalam episode teranyar yang baru saja berlalu, kembali Inggris dan Argentina dibandingkan. Di pentas Piala Eropa, Inggris tampil pertama kali di Final Euro 2020 dan bahkan bertindak sebagai tuan rumah di stadion kebanggaannya, Wembley Stadium, London.


Pelatih Inggris Southgate menghibur Kane usai kalah dari Italia. Sumber: Paul Ellis / EPA / www.theguardian.com
Pelatih Inggris Southgate menghibur Kane usai kalah dari Italia. Sumber: Paul Ellis / EPA / www.theguardian.com
Sedangkan nun jauh di benua Amerika Selatan, Timnas Argentina juga kembali tampil di Final Copa America 2021. Bedanya, Tim Tango yang menjadi tamu di stadion raksasa milik lawannya di final, yakni Maracana Stadium di kota Rio de Janeiro, Brazil.

Namun, seperti kita semua sudah tahu, kedua tim tangguh ini menuai hasil berbeda. Jika Timnas Inggris harus mengubur ambisinya untuk menjadi juara Piala Eropa untuk pertama kali. Maka, Timnas Argentina justru berpesta di kandang Brazil setelah sukses meraih trofi Copa America-nya yang ke-15.

Messi dan kawan-kawan sukses menjuarai Copa America 2021. Sumber: Ricardo Moraes / Reuters
Messi dan kawan-kawan sukses menjuarai Copa America 2021. Sumber: Ricardo Moraes / Reuters
Menariknya, baik Inggris maupun Argentina telah lama memupuk asa untuk kembali juara di turnamen besar. Sebelum menjuarai Copa America 2021, Timnas Argentina, mantan juara "1978 World Cup" dan "1986 World Cup", terakhir kali menjadi kampiun di "Copa America 1993". Sudah 28 tahun lalu!

Timnas Inggris malah lebih menyedihkan. Sebagai negara asal sepak bola modern, Tiga Singa hanya pernah sekali juara di "World Cup 1966", ketika menjadi tuan rumah saat itu. Dan belum pernah juara Piala Eropa. Artinya, sudah 55 tahun Inggris tidak pernah menjuarai sebuah turnamen besar.

Kapten Inggris Bobby Moore menerima Piala dari Ratu Elizabeth II usai juara Piala Dunia 1966. Sumber: National Media Museum / wikimedia
Kapten Inggris Bobby Moore menerima Piala dari Ratu Elizabeth II usai juara Piala Dunia 1966. Sumber: National Media Museum / wikimedia
Bagi yang tidak mengikuti sejarah keduanya, rivalitas antara The Three Lions dan La Albiceleste boleh jadi menghadirkan sejuta tanda tanya. Pasalnya, persaingan sengit biasanya hanya terjadi di antara dua klub sekota (derby) atau antar dua klub top di satu kompetisi. Dan bisa juga antar sesama negara di satu wilayah.

Misalnya saja, di Liga Premier Inggris, antara Liverpool vs MU yang setara dengan El Classico di La Liga, yakni antara Barcelona vs Real Madrid. Lalu, di level timnas, antara Argentina vs Brazil.

Bagaimana dengan Inggris vs Argentina? Sungguh suatu persaingan dua negara yang sangat tidak biasa. Jarak ibu kota keduanya saja, yakni London dan Buenos Aires, terbentang sejauh lebih dari 11 ribu kilometer. Tentu saja, ada sebabnya.

Sejarah sepak bola Argentina dan Inggris sejatinya menyimpan banyak kenangan indah di antara kedua negara ini. Bahkan sepak bola di Argentina awalnya diperkenalkan ekspatriat Inggris yang bermukim di Buenos Aires. Pada pertengahan abad ke-19, Buenos Aires dihuni lebih dari 10,000 ekspatriat asal Britania Raya.

Alumni Athletic Club, salah satu klub sepak bola pertama bentukan sekolah Inggris di Buenos Aires (foto tahun 1902). Sumber: The Standard /wikimedia
Alumni Athletic Club, salah satu klub sepak bola pertama bentukan sekolah Inggris di Buenos Aires (foto tahun 1902). Sumber: The Standard /wikimedia

Adalah Alexander Watson Hutton, seorang guru sekolah asal Glasgow, Skotlandia, yang pertama kali mengajarkan sepak bola di St. Andrew's Scots School di Buenos Aires pada tahun 1880-an. Hutton yang mendirikan sebuah klub sepak bola pertama di sekolah itu pun diakui sebagai "Father of Argentine Football".

Selanjutnya, diplomasi sepak bola antara Inggris (baca: Britania Raya) dan Argentina berlanjut di abad ke-20. Klub-klub asal Inggris, di antaranya Southampton, Nottingham Forest dan Chelsea, mulai melakukan touring ke Amerika Selatan, termasuk ke Argentina, yang ikut mempercepat perkembangan sepak bola di kawasan ini.

Nottingham Forest di Argentina tahun 1905. Sumber: wikimedia
Nottingham Forest di Argentina tahun 1905. Sumber: wikimedia
Akan tetapi, semua sejarah dan kenangan indah di masa lalu itu lenyap disapu berbagai insiden yang melibatkan keduanya. Baik yang terjadi di lapangan sepak bola, maupun di luar lapangan. Dari urusan sepak bola sampai konflik politik.

Pada perhelatan "1966 FIFA World Cup" yang diadakan di Inggris, Timnas Inggris menjamu lawannya Argentina di babak perempat-final yang berlangsung di Wembley. Sayang sekali, pertandingan yang berakhir dengan kemenangan Inggris itu dinilai sarat dengan kontroversi.

Insiden diusirnya kapten Argentina Antonio Rattin saat melawan Inggris. Sumber: Ricardo Alfieri / wikimedia
Insiden diusirnya kapten Argentina Antonio Rattin saat melawan Inggris. Sumber: Ricardo Alfieri / wikimedia
Dimulai dengan diusirnya Antonio Rattin, Kapten Timnas Argentina, setelah melakukan dua kali pelanggaran. Dan puncaknya adalah gol berbau offside yang dicetak Geoff Hurst, striker Inggris kala itu. Pertandingan yang panas ketika itu menyulut emosi di mana-mana.

Manajer Inggris, Alf Ramsey sampai melarang pemain Inggris bertukar jersey dengan pemain Argentina seusai laga. Sang manajer bahkan mengeluarkan umpatan kasar terkait perilaku pemain Argentina. Di sisi lain, publik Argentina menyebut kemenangan Inggris sebagai "El Robo del Siglo" alias Pencurian Abad ini. Argentina merasa Inggris telah mencuri kemenangan itu.

Hubungan buruk Inggris dan Argentina mencapai puncaknya pada tahun 1982. Tanpa diduga, Argentina yang kala itu dikuasai junta militer pimpinan Presiden Leopoldo Galtieri tiba-tiba menginvasi Falklands Island yang sudah lama dikuasai Inggris. Galtieri mengklaim Falklands, yang disebut Malvinas oleh Argentina, adalah milik negara tersebut.

Fregat Inggris di Perang Falklands. Sumber: Royal Navy Official Photographer / wikimedia
Fregat Inggris di Perang Falklands. Sumber: Royal Navy Official Photographer / wikimedia
Perang Falklands pun pecah. Inggris yang dipimpin Perdana Menteri Margaret Thatcher, yang dijuluki media sebagai 'Iron Lady' pun merespons cepat dan keras. Perang Falklands berlangsung dari tanggal 2 April hingga 14 Juni 1982. Inggris akhirnya sukses memaksa Argentina menyerah. Dan Galtieri pun ikut tersingkir. Pemerintah Argentina beralih dari junta militer ke pemerintahan sipil.

Sea Harrier, pesawat tempur Inggris yg sukses di Perang Falklands. Sumber: Britpilot / wikimedia
Sea Harrier, pesawat tempur Inggris yg sukses di Perang Falklands. Sumber: Britpilot / wikimedia
Empat tahun pasca Perang Falklands atau persisnya di "1986 FIFA World Cup" yang berlangsung di Mexico City, Inggris kembali berhadapan dengan Argentina di babak perempat final.

Jika pada tahun 1966, Inggris dituduh 'mencuri' kemenangan, kali ini Argentina yang menjadi tersangka. Gol pertama yang dicetak Diego Maradona diduga menggunakan tangan. Tentu saja belum ada VAR (video assistant referee) saat itu.

Gol pertama yang kontroversial itu pun tetap disahkan wasit. Dan setelah gol kedua yang sangat spektakuler dari Maradona, Inggris pun merana. Argentina sendiri kemudian terus melaju hingga final dan menjadi juara dunia untuk kedua kalinya.

Maradona merayakan gol kedua di Piala Dunia 1986. Sumber: Dani Yako / wikimedia
Maradona merayakan gol kedua di Piala Dunia 1986. Sumber: Dani Yako / wikimedia

Gol kedua Maradona itu menyabet penghargaan sebagai "Goal of the Century" atau Gol Terbaik Abad ini. Sedangkan, gol pertama yang kontroversial itu dijuluki "Gol Tangan Tuhan". Belakangan Maradona mengaku gol itu sebagai, "a little bit with head of Maradona and a little with the hand of God".

Rivalitas Inggris vs Argentina seakan tidak berujung. Pada pagelaran "1998 FIFA World Cup", kembali kedua musuh lama ini berhadapan. Salah satu momen nan pahit yang tidak terlupakan adalah diusirnya David Beckham, bintang asal Manchester United.

Beckham awalnya dikasari Diego Simeone. Dan ketika masih terbaring di rumput, bintang asal Manchester United itu terpancing provokasi Simeone. Dia pun mengayunkan kakinya ke Simeone. Alhasil, Beckham pun seketika dikartumerah.

Beckham dikartu-merah saat melawan Argentina di Piala Dunia 1998. Sumber: Getty / www.bbc.co.uk
Beckham dikartu-merah saat melawan Argentina di Piala Dunia 1998. Sumber: Getty / www.bbc.co.uk
Pertandingan yang berakhir seri itu pun berlanjut ke adu pinalti yang dimenangkan La Albiceleste. Beckham kemudian disalahkan atas kekalahan tersebut. Koran ternama Inggris, The Daily Mirror, bahkan menggambarkan Timnas Inggris sebagai "10 Heroic Lions, One Stupid Boy". Satu anak bodoh itu jelas diarahkan ke Beckham.

Tentu saja, semua kisah di atas telah lama berlalu. Waktu mungkin ikut menyembuhkan sebagian luka lama, baik akibat Perang Falkland maupun berbagai kontroversi di lapangan hijau. Rivalitas keduanya mungkin tidak akan lagi sepanas dulu. Apalagi banyak pemain Argentina ikut merumput di pentas Premier League. 

Pemain-pemain Argentina yg pernah bermain di Premier League- Inggris. Sumber: www.premierleague.com
Pemain-pemain Argentina yg pernah bermain di Premier League- Inggris. Sumber: www.premierleague.com
Meskipun demikian, bak pertempuran legendaris lainnya, kisah The Three Lions vs. La Albiceleste akan selalu dikenang. Dan kadang terbawa-bawa di berbagai turnamen yang melibatkan keduanya. Tidak peduli, apakah keduanya bertarung di lapangan yang sama ataupun berbeda.

Wembley dan Maracana yang begitu berjauhan pun disatukan dalam satu kisah terbaru keduanya. Kala Messi tidak perlu lagi menyanyikan lagu "Don't Cry for Me Argentina", pendukung Timnas Inggris kembali harus menyimpan rapat-rapat harapan "Football is coming home".

***

Kelapa Gading, 13 Juli 2021

Oleh: Tonny Syiariel

Catatan: Semua foto yg digunakan sesuai keterangan di foto masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun