Penulis dan fotografer lain pun bergegas mengambil posisi di depan pintu gerbang dan secara bergantian memotret dari titik yang sama. So beautiful!
Spot foto dari pintu gerbang masuk ke pelataran masjid memang ideal buat foto "framing". Meskipun hasil foto dari spot ini mungkin sudah bertebaran di banyak situs fotografi, tetapi belum puas rasanya jika belum memotretnya sendiri. Bagaimana menurutmu? Kalau ke Aceh, jangan lupa memotretnya ya. Â Â
Dalam berbagai perburuan foto, penulis tidak pernah ragu memotret dari suatu spot yang kadang dibilang spot sejuta umat. Kalau memang bagus, tidak ada salahnya memotretnya kembali.Â
Memiliki satu foto karya sendiri, meskipun bukan foto terbaik ataupun yang pertama, masih tetap lebih baik daripada hanya mengagumi seribu foto bagus lainnya, yang bukan milikmu sendiri.
Dalam suatu persinggahan lainnya di Amsterdam, ketika sedang bertugas menemani sebuah grup korporat, penulis sudah bersiap meninggalkan lokasi dan kembali ke mobil. Pas berjalan pelan di antara sebuah pohon mati dan pohon lainnya yang semua daunnya telah rontok, kameraku tiba-tiba bergetar. Sebuah 'natural frame'Â ada di depanku. Klik. klik. :)
Foto panorama dengan Kincir Angin di Zaansee Schans -Amsterdam itu pun tampil beda. Walaupun ini bukan foto yang sempurna, tapi penulis menyukainya. Setidaknya, foto ini bercerita tentang suatu pagi di musim dingin. Atau tentang sebuah pohon yang kehilangan hidupnya. Hahaha.
Singkat cerita, pada suatu pagi subuh yang berbeda, penulis kembali mengunjungi pantai yang terkenal sebagai spot favorit untuk menyambut sunrise itu. Jika pada kunjungan sebelumnya, lensa kamera langsung mengarah ke pondok kecil di atas tanggul ataupun sebuah perahu di tepi pantai, kali ini berbeda.
Ada sesuatu yang membuat penulis seketika tertarik memotretnya. Suatu sudut bidik yang tidak mungkin dilakukan ketika pengunjung sudah mulai berdatangan. Itulah ayunan yang sederhana. Membuat "framing" lewat tali ayunan ternyata menarik.