Mohon tunggu...
Ahmad Fatoni
Ahmad Fatoni Mohon Tunggu... Guru - Guru dan pengamat warung kopi

Ahmad Fatoni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wali Murid

18 September 2023   20:13 Diperbarui: 18 September 2023   20:15 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kali ini saya ingin menyampaikan sedikit keresahan yang sudah terpendam selama 9 tahun terakhir menjadi guru di madrasah. Okey lah saya bisa menerima mungkin jam terbang saya sebagai guru masih kalah jauh dengan para rekan guru yang sudah menghabiskan puluhan tahun mengabdi di dunia pendidikan, menjadi tekanan batin bahwa selama ini kita hanya sibuk menyampaikan pencapaian kita sebagai guru tapi masih sangat jarang kita melihat guru mengulas perjalanannya dari sisi walimurid.

Wujud kebaikan wali murid memang sangat beragam, selama menjadi guru sudah tak terhitung berapa kali saya mendengar ucapan Terima kasih "matursuwun sanget, Pak" yang begitu tulus dari wali murid, bisa jadi karena latar belakang walimurid tersebut saya menyimpulkan bahwa semakin baik hati seseorang maka semakin paham dia untuk menghargai seorang guru.

Setali tiga uang disenangi wali murid tentu juga belahan pemikiran lain "ada" wali murid yang tidak terlalu peduli dengan keberadaan kita, ada yang saking sibuknya sampai walimurid tersebut tidak hafal nama-nama guru anaknya sehingga pas ketemu di jalan kita tak bertegur sapa. Ada juga walimurid yang menjadikan guru sebagai bahan gunjingan karena bagi anggapan mereka kita kurang  ideal untuk mendidik anak-anaknya, suka lapor ke kepala sekolah, suka "nglabrak" di sekolah, bahkan pernah saya mengalami nasib kepalang apes ketika itu badan setiap hari sakit, kendaraan rusak berkali-kali sampai menguras kantong, setelah saya konsultasi katanya saya di"jahili" wali murid.

Sudah tak terhitung berapa materi pemberian yang saya terima dari walimurid. Sedikit gambaran singkat 10 tahun terakhir saya tak pernah beli sarung kecuali sarung hari pernikahan saya dengan Nawang Putri, rata-rata sarung yang saya pakai adalah endorsmen dari walimurid bahkan saya masih ingat betul setiap sarung yang saya pakai ini dari ibunya siapa? Karena mungkin saya adalah pengingat yang baik setiap kebaikan seseorang. Ini belum termasuk nutrisi dalam tubuh hasil dari makanan kiriman walimurid, sandal, sepatu, baju koko, kain batik, alat olahraga, jika saya total seluruhnya mungkin saya bisa membuat toserba kecil-kecilan hasil barang dari walimurid, hehehehehe. ungkapan''Tak ada hadiah terindah selain ungkapan saling mengucapkan terimakasih'', agaknya memang layak kita sematkan pada paragraf kali ini.

Bagi sebagian pembaca tulisan ini merasa saya begitu narsistik dan pamer. Sebelum anda jauh melangkah tulisan ini hanyalah wujud mewakili guru yang mengalami nasib sama seperti saya dan tak terdeskripsikan dengan baik.

Sampai sekarang saya berusaha menebak motif walimurid mengapa begitu loyal dan baik hati tersebut yang rata-rata didominasi ibu-ibu. Dengan kadar kebaikan yang mungkin saya tidak baik-baik amat sebagai guru dibandingkan para walimurid tersebut, saya berusaha menebak motif mereka diantaranya : 1) muridku mungkin menjadi duta "lambe turah" yang baik setiap curhat dengan orang tuanya selalu yang diceritakan kebaikan gurunya di kelas, seperti tingkah polah Pak Toni dikelas misalnya. 2) saya melihat diri saya memang lebih condong melas dan wali murid merasa kasihan atau iba, heuheuheu. 3) mereka merasa senang atas kesuksesan anaknya hasil dari tangan dingin gurunya di kelas. Dari ketiga poin di atas sepertinya dapat saya simpulkan sendiri bahwa saya adalah orang yang baik (haak cuih).

Dengan sedikit teori subyektif yang saya bangun sendiri, saya dapat menyimpulkan bahwa segala bentuk kebaikan manusia yang kita terima adalah hasil umpan balik kebaikan yang kita berikan kepada manusia lainya (termasuk wali murid) kuncinya ada pada kata istiqomah (continue) dan ikhlas (sincerely).

Kita bisa saja tidak sepakat dengan sistem sekolah yang kita tempati, namun disini kita harus bersepakat bahwa mencintai pendidikan adalah amanah perjuangan hidup. Mencintai pendidikan dengan mencintai sekolah adalah dua hal yang berbeda. Mari kita mencintai pendidikan jika cintamu tidak dibalas oleh sekolah atau negara maka Allah SWT akan membalasmu melalui sunatullah yang begitu indah, yakni kebaikan wali murid.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun