Mohon tunggu...
Tonansu Gosu
Tonansu Gosu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sing penting nikmati kang ana lan bersyukur maring Gusti Allah SWT.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Mimpi

18 Juli 2013   11:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:23 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentang Mimpi

Ask?

Aku mempunyai seorang sahabat yang sangat dekat Murodurrohman namanya. Sebenarnya nama itu bukan nama bawaan dari oroknya melainkan nama itu dia peroleh dari kiainya sewaktu belajar di Pondok Pesantren Kaliwungu. Namanya dialihkan yang semula Rapidi menjadi nama yang sekarang ini, Murodurrohman.

Baik bukan membahas bagaimana sahabatku itu, saya ingin menanyakan tentang mimpiku yang membuatku terus berpikir dan aku sendiri masih selalu saja teringat tidak bias melupakannya. Berbeda dengan mimpi-mimpi lainnya yang menjadi sekadar bunga tidur biasa. Mimpi ini seakan tertanam kuat dalam hati dan benakku. Aku selalu bertanya-tanya pertanda apakah ini? Sebelumnya aku ingin menegaskan bahwa aku bukanlah orang yang gampang percaya terhadap penafsiran mimpi namun mimpi kali ini memunculkan beribu pertanyaan yang memenuhi hati dan otakku. Seakan ada semacam dorongan yang membuat aku ingin mengetahui apa maksud dibalik semua ini.

Ketika itu ayah dari sahabatku itu sedang sakit keras. Beliau terkena liver. Aku masih ingat betul malam itu adalah malam kamis. Entah bisikan apa yang membuat hatiku tergerak dan mempunyai keinginan yang sangat kuat bahwa malam itu aku harus datang kerumahnya dan membacakan ayat-ayat Allah, Al-Qur’anul Karim dan dilanjutkan dengan do’a.

Entah ketika itu hatiku berbisik bahwa bapak Sakid ayah dari sahabatku itu akan meninggal malam ini. Aku ingin sekali selalu berada di sisi beliau di saat-saat terakhirnya. Namun, rasa kantuk benar-benar menyerangku begitu hebat hingga aku tertidur lelap di kamar sahabatku itu.

Beberapa lama kemudian tiba-tiba suara seorang wanita paruh baya memanggil-manggil namaku dan membangunkanku. Setengah sadar aku terbangun dari tidurku lalu wanita paruh baya itu berbisik pelan kepadaku, “To, bapak wis laka!” (To, bapak sudah tidak ada!). Mendengar itu hatiku begitu sangat merasa kehilangan karena sungguh aku sudah menganggap keleuarga mereka adalah keluargaku sendiri. Dengan berjalan sempoyongan aku menghampiri jenazah yang sudah terbaring kaku. Beberapa orang membacakan Al-qur’an Surat Yaasiin dan beberapa yang lainnya entah sibuk dengan yang aku sendiri tak menghiraukannya. Aku hanya bias memandangi wajah pucat itu. Hatiku gerimis dan dinampakkan dengan keluarnya mutiara-mutiara kasih dari tiap-tiap sudut mataku. Sesekali aku menyekanya dengan lenganku untuk menutupi dari orang lain yang melihatku. Aku tidak ingin orang lain tahu bahwkan aku tidak ingin diketahui sahabatku itu.

Mataku mengitari sudut-sudut ruangan di mana jenazah beliau di letakkan. Aku dapati sebuah jam dinding tua yang masih berfungsi dengan baik menunjukkan pukul dua belas lebih sebelas menit. Beberapa saat lamanya aku terdiam. Sesaat kemudian aku bergegas mengambil air wudhu kemudian mengambil sebuah Al-Qur’an kecil yang sengaja aku bawa dari rumah. Aku buka kitab Allah itu. Q.S. Yaasiin aku bacakan dengan penuh khidmat dan rasa sedih sesak memenuhi hatiku. Aku baca terus kalam-kalam Allah itu hingga tiga kali. Beberapa lama kemudian entah rasa kantuk lagi-lagi menderaku. Aku tidur di ruangan di mana jenazah beliau di letakkan, hanya bupet sebagai penyekatnya.

Dalam tidurku itu aku bermimpi aku bersama warga menyolati jenazahdi sebuah masjid. Namun, anehnya jenahzah di tempatkan buka di depan jama’ah melainkan di samping kiri jama’ah shalat. Dan lebih anehnya dan mengejutkan lagi jenazah bapak Sakid hidup kembali. Kontan warga ketakutan serta merta berhamburan keluar dari masjid sementara itu aku hanya bias terdiam saja melihat kejadian itu. Aku dapati beliau memanggil-manggil nama anaknya. Dengan perasaan gemetar karena takut dan penasaran aku mendekati beliau dan berkata kepadanya.

Ang Pidi laka, Pak!” aku memanggil anaknya dengan sebutan ang (kakak) kepada anaknya itu.

Yaw wis, sira bae mene!” (Ya sudah, kamu saja kemari!)

Aku semakin mendekat. Kedua pundakku diraih beliau dan tiba-tiba aku disembur oleh beliau. Seketika itu aku terbangun dari mimpiku. Langsung mataku mengarah di mana jenazah beliau di letakkan dan masih tetap terbujur kaku. Sementara jam menunjukkan pukul dua lebih lima menit. Aku ketakutan. Sangat ketakutan. Aku bertanya-tanya dalam hati sebenarnya pesan apa yang hendak disampaikan dalam mimpiku itu? Dalam ketakutanku dan kegelisahanku ternyata rasa kantuk benar-benar telah mengalahkan semua itu. Badan yang teramat capek ditambah kondisi badan yang tidak fit membuat aku terlelap kembali.

Kembali aku memasuki alam mimpiku. Aku mendengar suara dari balik bupet. Suara itu taka sing bagiku. Suara seorang laki-laki yang sangat hangat dan aku hormati. Dia ayahku sendiri tergeletak tepat di mana jenazah bapak Sakid. Aku keheranan, di mana jenazah beliau dan mengapa ayahku yang ada di situ. Aku bangun dan mendekati ayahku beliau berkata, “Urus badanku!” berulang-ulang kalimat itu keluar dari mulutnya dengan menahan rasa sakit pada tubuhnya. Tiba-tiba mataku melihat sosok pria yang seusia dengan ayahku itu. Ya, dia bapak Sakid. Alangkah terkejutnya aku melihat beliau terlihat sangat sehat sambil menonton televise. Aku sangat senang melihat keadaan beliau yang sehat namun aku sedih dan heran pula melihat kondisi ayahku yang tengah terbaring menggantikan bapak Sakid. Ayahku tengah sakit. Aku bingung harus merasa senang atau sedih. Perasaan itu bergulat hebat di dalam dadaku.

Tiba-tiba suara kerumunan orang yang baru saja datang telah membangunkanku. Sementara jam menunjukkan masih pukul tiga kurang tujuh menit. Aku semakin bingung dan terbawa tenang dalam kegelisahanku. Entah apa arti semua itu hingga saat ini aku belum tahu pesan mimpiku itu.

Adakah yang tahu?

Gunung Jati @Kawunganten

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun