Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Orang "Kantoran" tentang JKN: Enak Dulu, Sekarang Serba Tidak Bebas

24 Juni 2017   10:10 Diperbarui: 24 Juni 2017   10:26 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tetapi soal digunakan atau tidak, itu hak. Bahkan setelah 2019 pun, tetap ada tempat bagi yang ingin mendapatkan pelayanan TANPA menggunakan skema JKN. Mangga saja.

Hanya kenyataannya, mulai pertengahan tahun 2014, justru kelompok mandiri (yang notabene adalah kelompok mampu bahkan kaya) adalah yang lebih banyak memanfaatkan dana BPJS-K. Rasio penggunaan klaim bagi kelompok mandiiri itu bahkan mencapai 1380% (artinya, besaran dana yang digunakan 13,8 kali lipat dari premi yang terkumpul dari kelompok mandiri). Padahal untuk kelompok lainnya, justru hanya mencapai angka 88%.

"Dulu hak saya kelas VIP, sekarang kelas I"? Tidak masalah. Ada dua mekanisme dalam hal ini. Pertama, berbasis Top-up (atau On Top). Soal istilah, mohon dikoreksi para pakarnya, tetapi prinsipnya: gunakan BPJS-K, kemudian rawat sesuai hak kelas perusahaan. Nanti, BPJS-K akan membayar sesuai tarif INA-CBGs. Selebihnya, ditanggung perusahaan. Saya tidak bisa mengurai secara rinci hitung-hitungannya, apakah lebih efisien dibandingkan model sebelumnya. Tetapi beberapa BUMN besar menggunakan model ini.

Kedua, melakui mekanisme CoB (Coordination of Benefit) BPJS-K dan Asuransi komersial: gunakan BPJS-K, silakan naik kelas, nanti selisih akibat naik kelas itu yang ditanggungkan ke Asuransi komersial.

Dengan demikian, sebenarnya tidak perlu menjadi masalah besar kalaupun tetap "ingin merasakan kemewahan" seperti era sebelumnya. Bahkan pada kasus ekstrem, seperti paragraf sebelumnya, sama sekali tidak menggunakan BPJS-K pun tidak masalah. Toh, mengambil kelas 1 sekalipun, preminya juga "hanya 59.500", hanya seharga secangkir di kedai kopi terkenal itu. Ini untuk kelas-kelas yang level atas lho ya. Tentu lain sekali kalau dari kacamata kebanyakan.

Beberapa keluhan yang muncul saat ini, sebenarnya lebih ke benturan antara euforia dan ekspektasi tak sesuai takaran. Jumlah kunjungan berobat melonjak 2,5 kali lipat dibandingkan sebelum era JKN. Padahal kapasitas pelayanan hampir tidak bertambah. Jadilah kemudian: ruwet, penuh sesak dan harus antri. Tetapi saya kira perlahan pendulumnya akan bergerak ke tengah lagi.

Sisi lain, tak lepas pula dari perilaku kita: mau enaknya saja. Tidak sedikit kelompok mandiri itu yang justru "bayar sekali sudah itu tidak peduli". Itu yang membuat ruwet.

Demikian. Mangga.

--

Pada perkembangan sekarang, makin banyak juga tuntutan dan pertanyaan bagi RS: bagaimana caranya saya bisa menggunakan asuransi komersial yang telah saya ikuti? 

Mekanisme CoB itu telah diperbaiki lagi. Ada dua skema. Pertama, persis seperti mekanisme on top tadi. Pada skema ini, peserta mengikuti alur sebagainana alur JKN termasuk dalam hal rujukan berjenjang. Baru kalau nanti timbul biaya di luar pertanggungan JKN dan harus dibayar sendiri oleh pasien, maka dapat dibebankan kepada asuransi komersial tambahan (AKT) sesuai dengan mekanisme yang disepakati dengan pihak AKT itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun