Mohon tunggu...
Toekang Tjoekoer
Toekang Tjoekoer Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Pena

... dibawah puun sengon pinggir kali tjiliwoeng ...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ada Motif Apa Jonan Meresmikan dan Mempromosikan SPBU Asing?

29 Oktober 2017   17:36 Diperbarui: 29 Oktober 2017   18:13 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: jawapos.com

Langkah Menteri ESDM Ignatius Jonan baru-baru ini dinilai banyak pihak sudah salah kaprah. Betapa tidak, beberapa hari lalu ia dengan bangganya menghadiri peresmian SPBU milik perusahaan ritel asing bernama VIVO. Dibawah bendera PT Vivo Energy Indonesia, SPBU tersebut menjual BBM dengan Ron 89 seharga Rp 6.100, jauh dibawah harga produk pertamina yakni premium Ron 88 yang dijual dengan harga Rp 6.450 untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali (JAMALI) dan Rp 6.450 diluar JAMALI.

Vivo Energy sendiri merupakan perusahaan milik bersama Vitol, Helios Investment Partners dan Shell. Ditengarai kehadiran Vivo ini adalah untuk menyaingi Pertamina dalam perdagangan ritel BBM. Adapun BBM yang dijual perusahaan asing Vivo merupakan langsung di impor dari luar negeri dan di distribusikan langsung sebagai BBM PSO dan non PSO secara langsung ke pasar tanpa melalui tender. Hal inilah yang membuat harga BBM di SPBU milik Vivo ini menjadi murah. Hal lain nya adalah tidak ada kejelasan mengenai berapa subsidi yang diterima oleh Vitol dari negara pengekspor BBM kepada perusahaannya. Sedangkan bagi Pertamina yang merupakan BUMN, untuk pengadaan BBM nya saja harus melalui tender.

Selain itu penjualan BBM Ron 89 atau setara dengan Premium Ron 88 yang lebih murah oleh perusahaan asing ini dinilai bentuk kecerobohan Jonan dalam mengeksekusi kebijakan di kementeriannya. Belum lagi bahwa jenis Ron 88/89 tersebut pernah dilarang untuk dijual dan dinilai sebagai BBM busuk dengan alasan untuk meningkatkan kualitas BBM. Sehingga Pertamina pun harus tunduk aturan pemerintah dan mengeluarkan biaya ekstra tinggi, dengan merubah infrastruktur dan mode kilangnya. Seharusnya sebagai menteri yang menaungi dan berkoordinasi dengan BUMN seperti Pertamina, Jonan haruslah tanggap membaca segala kemungkinan yang akan terjadi atas penjualan BBM perusahaan asing, apalagi mereka menjualnya dengan lebih murah atas perusahaan milik negara. BUMN Pertamina ini juga harus menyetor pendapatannya kepada negara tiap tahunnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa menteri Jonan yang notabene adalah wakil pemerintah, begitu impressifnya menghadiri acara peresmian sekelas SPBU apalagi milik swasta asing. Padahal Pertamina sendiri untuk membuka cabangnya di luar negeri seperti Malaysia begitu sulit terkendala aturan yang ada negara tersebut, namun di Indonesia malah ada sekelas menteri yang rela berpanas-panasan membuka SPBU asing dan ikhlas mempromosikannya tanpa rasa malu. 

Dengan dalih SPBU menjual harga BBM nya lebih murah dan bakal menguntungkan masyarakat, Pernyataan Jonan tersebut seolah-olah merepresentasikan dirinya Public Relation atau Sales Marketing VIVO. Padahal kehadiran dirinya membawa nama label sebagai seorang menteri yang merupakan wakil pemerintah. Dan yang cukup mengherankan adalah dalam peresmian SPBU milik asing ini, kementeriannya bertindak sebagai pengundang dan mengkoordinir media untuk peliputan peresmian SPBU asing. Sungguh hal yang tak lazim jika pemerintah bertindak seolah sebagai pemilik resmi SPBU asing tersebut, proyek pemerintah saja untuk mengundang media, dilakukan oleh instansi proyek bersangkutan.

Mungkin menteri Jonan lupa kalau dalihnya yang terkesan mempromosikan BBM perusahaan asing ini bisa membuat BUMN Pertamina akan merugi. Bayangkan saja Pertamina sendiri ditugaskan oleh pemerintah untuk menyalurkan BBM ke daerah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal) dengan harga menyesuaikan daerah JAMALI butuh biaya yang cukup tinggi dalam proses penyalurannya. Belum lagi sarana transportasi pengangkut BBM maupun kendala geografis yang dihadapi didearah tersebut membuat biaya penyalurannya ikut terkerek.

Tapi apa mau dikata, Menteri Jonan dengan entengnya hanya berkata bahwa hal tersebut telah sesuai arahan presiden dan demi memberikan pilihan harga yang beragam kepada masyarakat. Namun dirinya lupa kalau langkahnya tersebut malah terkesan ingin memberangus Pertamina secara perlahan dengan membawa masuk perusahaan ritel asing menjual premium diwilayah yang strategis, paling besar pangsa pasarnya serta mudah di akses. Apakah ia berani untuk bersikap tegas terhadap perusahaan asing tersebut untuk menjual BBM nya dengan harga Rp 6.100 tersebut ke daerah 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal)? Jika Jonan tidak berani, jangan salahkan publik kalau saat ini dikira telah melakukan manuver yang sistemik untuk mematikan Pertamina secara perlahan dan juga bertindak sebagai agen marketing perusahaan ritel BBM asing.

Jangan sampai langkah menteri Jonan yang memalukan ini membuat presiden terkena getahnya atas tindakan anak buahnya yang tanpa koordinasi dengan atasan. Atau malah hal ini merupakan inisiatif Jonan demi motif tertentu? Entahlah. 

Sumber 

sumber

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun