"Assalamualaikum wr wb, kepada warga Jatirasa Timur dengan segala kerendahan hati  dimohon kehadirannya di rumah Bapak H.Toto bada Magrib, untuk acara selamatan cucunya,"  Acim marbot mesjid mengumumkan informasi selamatan melalui speaker masjid Almuhajirin kampung Jatirasa Timur selepas asar.
"Kenapa lagi Pak Haji Toto?" Â tanya Ahas tukang kebon masjid.
"Katanya selamatan cucunya, Has," jawab Acim acuh tak acuh. Dia sedang sibuk menyusun kembali letak Al-quran selepas digunakan anak-anak mengaji. Â Uhh, anak-anak itu susah sekali diajarkan disiplin untuk meletakkan kembali Al-quran setelah dibaca, keluh Acim sambil menghela nafas.
"Cucunya?" tanya Ahas.,
"yang laki laki itu kan?" Cecarnya lagi.
"Iya, cucunya," jawab Acim tampak tak peduli
"Luka! Namanya Luka," tegas Ahas sekali lagi.
Luka Abdul Syukur, itu nama cucu laki laki pertama dari putri pertama H. Â Toto. Â Ia orang terpandang di kampung Jatirasa Timur. Â Tak ada yang tak mengenalnya di kampung itu. Â Pemuka masyarakat dan pemilik hektaran sawah. Â
Luka sudah menjadi buah bibir masyarakat kampung  ketika pertama kali datang ke Jatirasa dibawa oleh ibunya yang kuliah di Bandung.  Tak ada pernikahan sebelumnya, hanya membawa seorang bayi laki laki. Putri hanya meminta bantuan bayi itu dirawat oleh ayah ibunya. Kakek dan Nenek Luka.
Setelahnya putri pertama pak Haji Toto itu pergi menamatkan kuliah dan bekerja di Jakarta. Sesekali datang menengok Luka di kampung. Â
Mengingat wibawa dan pengaruh Pak Haji Toto di kampung itu, masyarakat tak ada yang berani bertanya siapa itu Luka. Â Mereka hanya heran mengapa anak laki laki itu bernama "Luka".