Seandainya Semua Satu Warna Maka di Semesta ini Tak Akan Pernah Ada PelangiÂ
Izinkanlah saya kutip sebait lagu PelangiÂ
Pelangi, pelangi, alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi, pelangi, ciptaan Tuhan
( Pencipta lagu: Abdullah Totong Machmud)
Kalau boleh saya ingin menganalogikan kehidupan kita sebagai Pelangi. Terdiri dari insan yang berbeda beda dalam berbagai hal. Beda bahasa daerah, berbeda dalam adat istiadat, berbeda dalam gaya dan seterusnya.. Sungguh tepat dikatakan bahwa Indonesia Multi BahasaÂ
Nusantara kita tercinta terdiri dari ribuan pulau yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Setiap pulau memiliki keunikan tersendiri, baik dari segi bahasa, budaya, maupun adat istiadat. Di satu sisi, keberagaman ini menjadikan Indonesia begitu kaya dan berwarna. Namun di sisi lain, ia juga menuntut kita untuk terus belajar memahami arti sesungguhnya dari kebersamaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar berbagai bahasa daerah: Minang, Batak, Sunda, Jawa, Bugis, Dayak, Bali, Ambon, hingga Papua. Masing-masing bahasa memiliki keindahan, makna, dan filosofi tersendiri. Semuanya adalah permata budaya yang memperindah wajah Nusantara. Namun di tengah perbedaan itu, kita memiliki satu bahasa yang menjadi jembatan pemersatu bangsa , Bahasa Indonesia.

Semboyan luhur Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti Berbeda.beda tetapi tetap satu, bukan sekadar slogan yang diucapkan setiap kali upacara. Ia adalah roh yang mengalir dalam nadi bangsa ini. Sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai suku dan daerah telah bertekad untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Dari semangat itulah lahir kesadaran bahwa keberagaman bukan penghalang, melainkan kekuatan yang mempersatukan.

Perbedaan pendapat, adat, maupun cara pandang tidaklah harus menimbulkan perpecahan. Justru perbedaan itu menjadi bumbu kehidupan yang memperkaya cara kita berpikir dan bertindak. Dalam setiap diskusi, dalam setiap interaksi, kita belajar untuk menghormati pandangan orang lain. Seperti pepatah Minang yang penuh makna:
 "Biduak lalu, kiambang bertaut."
Artinya, bila ada perbedaan atau perselisihan, biarlah perahu berlalu, karena pada akhirnya permukaan air akan kembali menyatu. Hati manusia pun seharusnya demikian  selalu kembali pada persaudaraan.
Demikian pula pesan moral mendalam tentang selalu menjaga Tatakrama dalam hubungan dengan masyarakat, ada peribahasa Minang:'
Nan kuriek lundiÂ
Nan sirah sagoÂ
Nan elok budiÂ
Nan indah basoÂ
Peribahasa yang mengandung pesan moral agar selalu hidup saling menghargai dan menghormatiÂ

Saya dan istri bersyukur pernah diberi kesempatan menjelajahi hampir seluruh pelosok Nusantara. Kami telah menginjakkan kaki dari Sabang di ujung barat hingga Merauke di ujung timur, dari pedalaman Kalimantan hingga pesisir Nusa Tenggara. Kami bergaul dengan berbagai suku bangsa, menyaksikan kekayaan budaya, mendengar bahasa daerah yang beragam, dan menikmati keramahan yang tiada tara.
Di setiap tempat yang kami kunjungi, kami selalu diterima bukan hanya dengan tangan terbuka, tetapi juga dengan hati yang terbuka. Kami tak pernah merasa asing, meskipun logat kami berbeda, meskipun cara berpakaian atau kebiasaan kami tidak sama. Dari pengalaman itulah kami belajar bahwa sesungguhnya yang menyatukan bangsa ini bukan hanya bahasa, melainkan rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Dalam perjalanan hidup, kami sering menemukan kearifan lokal yang luar biasa. Orang Bugis dengan semangat siri'-nya, orang Jawa dengan falsafah ngeli ning ora keli, orang Minang dengan pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, hingga orang Bali dengan ajaran Tri Hita Karana. Semua memiliki satu benang merah: mengajarkan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Nilai-nilai itu pula yang memperkuat fondasi kebangsaan kita.

Di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi saat ini, tantangan kita sebagai bangsa justru semakin besar. Media sosial sering kali menjadi arena perdebatan tanpa batas, di mana perbedaan pendapat bisa dengan mudah berubah menjadi pertikaian. Ironisnya, kita kadang lupa bahwa di balik layar ponsel yang berbeda, kita sebenarnya masih satu saudara sebangsa dan setanah air. Sungguh Indah damai IndonesiakuÂ
Oleh karena itu, momentum Bulan Bahasa seharusnya kita maknai bukan hanya dengan lomba pidato, puisi, atau tulisan, tetapi juga sebagai pengingat untuk berbahasa dengan santun dan berperilaku dengan bijak. Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga cermin kepribadian bangsa. Dengan bahasa yang baik, kita bisa menyampaikan pikiran dengan damai. Dengan bahasa yang santun, kita bisa menjaga persatuan dalam keberagaman.
Kita juga tak boleh melupakan bahasa daerah. Ia adalah akar budaya, identitas leluhur, dan warisan yang harus dijaga. Jika akar itu hilang, maka pohon kebangsaan pun akan kehilangan kekuatannya. Maka, mencintai bahasa Indonesia tidak berarti melupakan bahasa daerah sebaliknya, kedua.duanya harus kita rawat dengan seimbang. Bahasa Indonesia sebagai pemersatu, bahasa daerah sebagai penguat jati diri.

Bahasa adalah jembatan, bukan tembok. Ia menghubungkan hati dan pikiran antar manusia. Lewat bahasa, kita menanamkan nilai.nilai toleransi, cinta, dan persaudaraan. Lewat bahasa pula, kita belajar memahami bahwa meski berbeda suku, agama, atau budaya, kita tetap satu keluarga besar: Indonesia.
Semoga di bulan bahasa ini, semangat persatuan kembali tumbuh dalam diri kita semua.
Mari terus gunakan bahasa Indonesia dengan bangga, santun, dan penuh kasih -serta lestarikan bahasa daerah sebagai mahkota kebudayaan bangsa.
Karena pada akhirnya, meski kita multi bahasa, kita tetap satu yakni Bangsa IndonesiaÂ
Dan seperti sebait lirik lagu:'
- Â Walaupun saya pergi jauhÂ
- Takkan hilang dari kalbuÂ
- Tanahku yang kucintaiÂ
- Engkau ku hargai
Renungan bagi saya pribadi sebagai salah seorang dari 250 juta orang IndonesiaÂ
Tjiptadinta EffendiÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
