Nan elok budiÂ
Nan indah basoÂ
Peribahasa yang mengandung pesan moral agar selalu hidup saling menghargai dan menghormatiÂ
Saya dan istri bersyukur pernah diberi kesempatan menjelajahi hampir seluruh pelosok Nusantara. Kami telah menginjakkan kaki dari Sabang di ujung barat hingga Merauke di ujung timur, dari pedalaman Kalimantan hingga pesisir Nusa Tenggara. Kami bergaul dengan berbagai suku bangsa, menyaksikan kekayaan budaya, mendengar bahasa daerah yang beragam, dan menikmati keramahan yang tiada tara.
Di setiap tempat yang kami kunjungi, kami selalu diterima bukan hanya dengan tangan terbuka, tetapi juga dengan hati yang terbuka. Kami tak pernah merasa asing, meskipun logat kami berbeda, meskipun cara berpakaian atau kebiasaan kami tidak sama. Dari pengalaman itulah kami belajar bahwa sesungguhnya yang menyatukan bangsa ini bukan hanya bahasa, melainkan rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Dalam perjalanan hidup, kami sering menemukan kearifan lokal yang luar biasa. Orang Bugis dengan semangat siri'-nya, orang Jawa dengan falsafah ngeli ning ora keli, orang Minang dengan pepatah adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, hingga orang Bali dengan ajaran Tri Hita Karana. Semua memiliki satu benang merah: mengajarkan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Nilai-nilai itu pula yang memperkuat fondasi kebangsaan kita.
Di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi saat ini, tantangan kita sebagai bangsa justru semakin besar. Media sosial sering kali menjadi arena perdebatan tanpa batas, di mana perbedaan pendapat bisa dengan mudah berubah menjadi pertikaian. Ironisnya, kita kadang lupa bahwa di balik layar ponsel yang berbeda, kita sebenarnya masih satu saudara sebangsa dan setanah air. Sungguh Indah damai IndonesiakuÂ
Oleh karena itu, momentum Bulan Bahasa seharusnya kita maknai bukan hanya dengan lomba pidato, puisi, atau tulisan, tetapi juga sebagai pengingat untuk berbahasa dengan santun dan berperilaku dengan bijak. Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan juga cermin kepribadian bangsa. Dengan bahasa yang baik, kita bisa menyampaikan pikiran dengan damai. Dengan bahasa yang santun, kita bisa menjaga persatuan dalam keberagaman.
Kita juga tak boleh melupakan bahasa daerah. Ia adalah akar budaya, identitas leluhur, dan warisan yang harus dijaga. Jika akar itu hilang, maka pohon kebangsaan pun akan kehilangan kekuatannya. Maka, mencintai bahasa Indonesia tidak berarti melupakan bahasa daerah sebaliknya, kedua.duanya harus kita rawat dengan seimbang. Bahasa Indonesia sebagai pemersatu, bahasa daerah sebagai penguat jati diri.
Bahasa adalah jembatan, bukan tembok. Ia menghubungkan hati dan pikiran antar manusia. Lewat bahasa, kita menanamkan nilai.nilai toleransi, cinta, dan persaudaraan. Lewat bahasa pula, kita belajar memahami bahwa meski berbeda suku, agama, atau budaya, kita tetap satu keluarga besar: Indonesia.