Setiap malam, begitu berbaring, saya sering berteriak keras-keras seperti orang gila, padahal saya belum tertidur. Rasanya seperti jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam dan gelap. Hal itu terjadi hampir setiap malam.
Istri saya ikut tersiksa melihat keadaan itu. Saat ia mengajak saya berobat ke psikiater, saya marah dan berteriak, "Saya tidak gila!". Namun, ketika tahu bahwa psikiater itu ternyata teman sekolah saya, akhirnya saya luluh.
Sejak itu, saya mulai mengenal Mogadon dan Valium. Obat.obatan itu menjadi "makanan pokok" agar saya bisa tidur. Lama kelamaan saya menjadi pelupa, semangat hidup pun merosot.
Titik Balik Kesadaran
Hingga suatu malam, saya melihat istri tertidur dengan wajah pucat dan tubuh yang semakin kurus. Hati saya seperti ditampar keras. Saya menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil.
Malam itu saya sadar betapa egoisnya saya tenggelam dalam penderitaan sendiri tanpa peduli pada istri yang setia mendampingi. Sejak malam itu, saya kembali berdoa. Sesuatu yang sudah lama saya abaikan.
Proses Pemulihan
Berkat doa, kesetiaan, dan kasih sayang istri serta anak anak, saya perlahan pulih. Untuk mempercepat pemulihan, saya belajar meditasi hingga akhirnya menjadi guru meditasi.
Untuk mengatasi daya ingat yang sering hilang, saya mulai menulis. Sejak saat itu, menulis bukan lagi sekadar hobi, melainkan kebutuhan jiwa. Dengan menulis, saya bisa menyalurkan pikiran, meringankan beban batin, sekaligus berbagi pengalaman agar orang lain tidak merasa sendirian menghadapi sakit mental.
Pesan untuk Kita Semua
Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah momentum untuk menyadarkan kita semua bahwa:
Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Jangan ragu mencari bantuan ketika merasa tak sanggup menanggung beban sendiri.