Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Digital, Antara Berkah dan Bencana

1 Oktober 2025   20:38 Diperbarui: 2 Oktober 2025   04:20 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi 

Apakah Kita Hanya Sebagai Penonton?

Saya sering melihat betapa cepatnya internet mengubah cara kita belajar, bekerja, dan berinteraksi. Dunia terasa lebih dekat dalam genggaman. Namun, di balik layar ponsel yang tampak sederhana, ada ancaman besar yang diam-diam mengintai generasi kita: pornografi dan judi online.

 Ancaman Senyap bagi Generasi Muda

Akses internet yang semakin mudah membuat konten pornografi tersebar luas dan sulit dikendalikan. Anak-anak dan remaja, yang masih berada pada tahap pembentukan karakter, sering kali menjadi korban paparan dini terhadap konten yang tidak pantas.

Dampak negatifnya antara lain:


  • Menurunnya konsentrasi belajar.
    Merusak kesehatan mental dan emosi.
    Membentuk pola pikir yang salah tentang relasi dan seksualitas.

    Menurut data Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), sejak 20 Oktober 2024 hingga 8 Maret 2025 telah ditangani 1.352.401 konten negatif (pornografi + judi online) melalui kanal aduankonten.id. Dari jumlah itu, 233.552 konten berkaitan dengan pornografi (mayoritas dari website), sementara platform X (Twitter) menyumbang 10.173 kasus (Antara News).

    Bahkan, Menteri Komunikasi dan Digital menyebut selama empat tahun terakhir terdapat 5,5 juta konten pornografi anak yang tersebar di media sosial di Indonesia, menjadikan Indonesia salah satu negara dengan paparan tertinggi di dunia (BeritaSatu).


Jeratan Ekonomi dan Sosial

Selain pornografi, judi online juga menjadi bom waktu di masyarakat. Aplikasi dan situs judi begitu mudah diakses, bahkan sering menyamar sebagai game online. Banyak orang terjerumus karena iming-iming keuntungan instan.

Akibatnya:

Kehancuran ekonomi keluarga akibat kerugian finansial.

Meningkatnya kriminalitas demi menutup hutang.
Rusaknya hubungan sosial karena kehilangan kepercayaan.

Menurut data PPATK, transaksi judi online masyarakat Indonesia mencapai Rp 327 triliun pada akhir 2023 (UGM). CFDL bahkan mencatat 24 kasus bunuh diri yang terkait dengan judi online, dengan 12 kasus terjadi pada 2024. Mayoritas korban berusia 19--30 tahun (IDN Times).

Pemberdayaan Masyarakat Digital

Fenomena ini menunjukkan bahwa Indeks Pemberdayaan Masyarakat Digital (IPMD) di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Banyak pengguna internet belum memiliki literasi digital yang memadai untuk menyaring informasi, mengendalikan diri, serta memahami risiko di balik ruang digital.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2022, literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya mencapai 49,6 %, sementara literasi digital berada di kisaran 41,48 % (Indonesia.go.id). Angka ini menunjukkan masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengelola keuangan maupun menjaga diri di ruang digital.
Apa yang Bisa Kita Lakukan Bersama?

Keresahan publik ini seharusnya tidak hanya dijawab dengan regulasi semata, melainkan juga pendekatan menyeluruh:

membekali anak dengan pemahaman tentang etika digital, bahaya pornografi, dan risiko judi online.

Peran keluarga  orang tua perlu mendampingi anak dalam penggunaan gawai, bukan sekadar memberikan akses tanpa batas. Ataupun sekedar berkhotbah panjang lebar. Berikanlah contoh teladan nyata bagi anak anak.

Bukankah ada tertulis:"

Satu contoh teladan yang nyata, jauh lebih berharga daripada seribu khotbah?"

Ibarat Pisau Bermata Dua 

Ruang digital ibarat pisau bermata dua: bisa menjadi sarana pembelajaran dan kemajuan, namun juga dapat melukai jika disalahgunakan. Pornografi dan judi online hanyalah dua dari sekian banyak tantangan yang harus kita hadapi bersama. Keresahan publik ini perlu direspons bukan dengan kepanikan, tetapi dengan langkah nyata, sinergi, dan komitmen bersama untuk meningkatkan literasi digital bangsa. Yang dalam ruang lingkup yang terdekat adalah dalam keluarga Kita sendiri 

Dengan begitu, ruang digital tidak lagi menjadi ancaman, melainkan benar.benar menjadi ruang yang memberdayakan masyarakat.

Sebagai kata penutup, janganlah sampai lupa akan pesan ini:

" Bila ingin memperbaiki dunia, mulailah dengan diri sendiri dan keluarga kita"

Renungan kecil di malam musim semi 

Tjiptadinta Effendi 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun