Sebuah Renungan Bagi Para Penulis
Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah kisah menarik di The Guardian tentang penyair asal Australia, Grace Yee. Puisinya yang berjudul sederhana :"snow atau "salju"Ternyata menyimpan cerita yang jauh lebih hangat daripada kesan dingin yang mungkin muncul dari judulnya.
Kisah ini berawal dari sebuah mimpi yang dialami Grace lebih dari dua dekade lalu. Dalam mimpinya, ada gerbang hijau, sepeda, dan selimut bordiran bergaris merah muda. Saat itu, Grace sedang berada pada masa-masa berat: hubungan yang penuh tantangan, anak-anak yang masih kecil, dan beban hidup yang membuatnya sulit bernapas lega. Dari potongan mimpi itulah, perlahan-lahan lahir sebuah puisi.
Namun, dalam sebuah acara pembacaan puisi, seorang penyair laki-laki terkenal justru menertawakan judulnya. "Snow?!" katanya sambil terkekeh. Seolah-olah, bagi dia, judul itu terlalu polos, terlalu sederhana, atau bahkan terlalu remeh untuk sebuah karya sastra.
Tapi di situlah titik baliknya. Alih-alih mengganti judul, Grace justru mempertahankannya. Ia merasa, jika orang lain bisa meremehkan sesuatu yang sederhana, maka tugasnya adalah menjaga kesederhanaan itu tetap hidup.
Bertahun-tahun Kemudian
Bertahun-tahun kemudian, puisi ini ia revisi. Ia menambahkan warna-warna kenangan: kampung halaman orang tuanya di Guangdong, seekor kucing, jendela kaca berwarna, dan rak untuk tunanetra di perpustakaan Baiyun. Versi baru ini terasa lebih ringan, lebih whimsical , mengundang senyum, lucu, namun penuh imajinasi.
Potongan Puisi "snow"
 snow
i dreamt of a green gate,
a bicycle and a pink-striped quilt.
in guangdong, cats sleep on blue tiles
and the library has a shelf for the blind.
Terjemahan bebas:
 salju
aku bermimpi tentang gerbang hijau,
sebuah sepeda, dan selimut bergaris merah muda.
di guangdong, kucing-kucing tidur di atas genting biru
dan perpustakaan memiliki rak untuk mereka yang tak dapat melihat.
Membaca kisah Grace Yee membuat saya teringat bahwa dalam dunia menulis , baik puisi, prosa, maupun artikel ,kita sering dihadapkan pada dua pilihan:Â
mengikuti selera orang lain atau mempertahankan suara hati kita sendiri.