Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerugian Bagi Orang Lain, tapi Bagi Saya adalah Berkat

4 Agustus 2020   07:16 Diperbarui: 4 Agustus 2020   07:17 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Padangkita.com

Apakah Saya Salah?

Kejadian ini sesungguhnya sudah berlalu hampir tujuh puluh tahun lalu, tepatnya ketika saya masih berusia 9 tahun. Rumah orang tua kami lokasinya di jalan Kali Kecil  daerah Pulau Karam, kota Padang. Dari nama Pulau Karam saja tanpa perlu bersusah payah menjelaskan, orang sudah dapat menebak daerah semacam apa tempat kami tinggal tersebut. 

Kalau Jakarta banjir setahun 3 kali se Indonesia heboh, tapi bagi kami yang tinggal di daerah Pulau Karam banjir adalah hal yang biasa. Kalau lagi musim hujan, banjir bisa datang berkunjung kapan saja. Karena rumah kami dan rumah para tetangga dilalui sebuah kali yang airnya menyatu ke Sungai Batang Arau. Dan air Sungai Batang Arau bermuara di Samudra Indonesia

Setiap Kali Banjir Datang Adalah Rejeki Bagi Saya

Setiap kali banjir  datang, maka bersama dengan air yang mengalir dengan deras dari arah Pasar Tanah Kongsi, ikut serta berbagai barang barang lainnya seperti buah kelapa, aneka ragam barang mainan dan hampir selalu ada keranjang berisi anak ayam yang ikut hanyut.

Karena rumah orang tua kami lokasinya di persimpangan, sehingga sebelum lanjut ke sungai Batang Arau semuanya hanyut melewati depan rumah kami. Maka saya sudah siap dengan sebatang bambu yang diujungnya ada kaitaannya. Apa saja yang lewat dan menurut saya masih ada gunanya pasti saya gaet dan angkat naik kerumah. 

Sehingga setiap banjir selalu saya mendapatkan "kiriman " anak anak ayam yang lucu disamping barang barang lainnya. Saya keringkan mereka dan saya pelihara dengan penuh kasih sayang. Sehingga setiap kali akan berangkat ke sekolah, anak anak ayam asuhan saya ini mengantarkan saya hingga kepintu pagar.

Dan uniknya, sepulang dari sekolah, anak anak ayam ini menunggu kepulangan saya. Ketika hal ini saya ceritakan kepada teman teman di sekolah, mereka anggap saya cuma mengarang cerita. Padahal memang hal yang tampaknya tidak lazim tersebut sungguh sungguh terjadi

Saya Tidak Makan Ayam Seumur Hidup

Saya tidak pernah memotong anak anak ayam ini karena saya sangat menyayangi mereka. Hingga kelak mereka bertelur. maka baru telurnya yang saya makan  Bagi saya hal ini sungguh merupakan sebuah berkat. 

Sejak saat itu, saya tidak pernah makan daging ayam seumur hidup. Karena setiap kali ada daging ayam, saya jadi ingat anak anak ayam asuhan saya walaupun kejadiannya sudah berlalu hampir 70 tahun yang lalu. Dimasa kami masih hidup dirumah yang beratap rumbia dan lantai tanah liat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun