Tidak Mutlak Harus Bagi Uang ,Tapi Bisa Berbagi Kasih
Menuliskan tentang pengalaman hidup kita. tentu bukan untuk pamer pencapaian ataupun untuk mend0ngkrak popularitas diri,mengingat saya hanyalah seorang kakek dari 10 orang cucu.
Setiap tulisan yang intinya  adalah cuplikan perjalanan hidup saya, dimaksudkan hanya sebagai sebuah informasi dan syukur syukur dapat menghadirkan inspirasi dan motivasi bagi orang yang membacanya .
Kalau dihadapkan pada pilihan,mana yang kita pilih ,makan di restoran atau makan dirumah makan Padang, tentu sama sekali tidak ada masalah,karena  apapun yang dipilih,perut kita akan kenyang . Tapi didalam hidup ini, tidak jarang kita dihadapkan pada piliahan yang sulit.
Salah satu contoh.ketika kami masih tinggal di Padang. Pada suatu hari Minggu ,saya dan istri sedang bersiap siap akan ke gereja, tiba tiba  anak tetangga datang berlari lari,sambil berteriak :" Om tolong, kakak saya tangannya luka menganga.
Saya berlari kerumah tentangga dan melihat Ujang tetanggga kami wajahnya pucat pasi dan handuk yang membungkus tangannya berubah menjadi warna merah,karena darah segar mengalir dari lukanya.Â
"Menomor Duakan" TuhanÂ
Saya tertegun, untuk beberapa detik,saya terpikirkan, bahwa saya dan istri akan kegereja.,tapi kemudian saya memutuskan untuk membawa Ujang kerumah sakit. Maka saya bertanya:" Ujang,kuat bila saya bonceng dengan sepeda motor? Kalau saya keluarkan kendaraan dari garasi akan makan waktu" Â "Bisa pak,:" Jawab Ujang singkatÂ
Saya lari kerumah dan menceritakan secara singkat kepada istri,bahwa saya harus membawa Ujang ke rumah sakit dan istri langsung bilang :" Ok,hati hati,jangan ngebut " .Setelah mengantarkan Ujang,tidak mungkin saya tinggalkan ia di rumah sakit, Saya antarkan langsung ke ruang rawat dan ditangani dokter yang menjahit lukanya. Semuanya butuh waktu hampir satu jam dan kemudian saya antarkan kembali ke rumahnya.
Hari Minggu itu kami tidak ke gereja. Kalau menurut aturannya, sebagai orang Katholik,tidak ke gereja pada hari Minggu adalah dosa. Tapi  saya sama sekali tidak merasa berdosa,karena mendahulukan tentangga ,ketimbang TuhanÂ
Ketika Tiba Giliran Saya Terkapar Dijalan Raya
Masih kejadian lama, suatu waktu saya mengendarai sepeda motor,untuk menjemput istri,sementara hujan turun,walaupun tidak lebat,tapi cukup menganggu rasanya.Karena wajah menjadi perih ,disambar gerimis,disaat sepeda motor melaju dijalan raya.
Tiba di jalan raya Lolong, tiba tiba  seorang pria tua,tanpa melihat kiri kanan,terus menyelonong dengan sepedanya,menyeberangi jalan.
Saya menoba mengerem,tapi karena jalanan licin,maka pada detik detik menentukan, saya membelokan stang sepeda motor dengan kencang agar jangan sampai menabrak laki laki tua yang membawa sepeda,Akibatnya sepeda motor slip dan sesaat saya merasakan kepala saya bagaikan pecah dan kemudian semuanya gelap.
Ketika saya sadar,ternyata saya sudah dirumah sakit dan disisi tempat tidur,tampak istri saya dengan mata basah memeluk saya. Syukur setelah mendapatkan perawatan beberapa hari, saya sudah boleh pulang dan berobat jalan, Tapi siapa yang menolong saya? Kata istri saya,yang menyemputnya adalah teman teman kuliahnya .tapi siapa yang sesungguhnya sudah menolong dan membawa saya kerumah sakit,tidak pernah saya ketahui,sehingga tidak ada kesempatan untuk mengucapkan terima kasih.Â
Hidup Adalah Untuk Saling Berbagi
Cuplikan kisah diatas ,hanyalah sebagai contoh ,Karena kalau dituliskan semuanya,akan terlalu panjang. Tidak sekali dua saya diselamatkan orang yang tidak saya kenal. Yakni ketika saya tenggelam di Sungai Batang Arau,ketika orang yang membonceng saya menabrak pohon kenari dan saya terhempas di jalan raya dan ketika sadar saya sudah di Rumah Sakit Yos Sudarso. Â Kalau dihitung secara logika, saya sudah mati berkali kali, Taoi bersyukur,Tuhan masih bermurah hati memperpanjang izin tinggal saya di dunia ini, Karena itu saya selalu berusaha untuk menjadikan hidup saya bermanfaat bagi orang lain,walaupun hanya dalam hal hal yang tampak sepele
Sebuah renungan diri menjelang tidurÂ