Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meninggalkan Passion sebagai Guru demi Raih Impian

6 Juli 2020   09:09 Diperbarui: 6 Juli 2020   09:05 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket. foto: lokakarya perdana di hotel Bumi Karsa di Jakarta pada tahun 1998 /dari pebisnis kembali ke Passion /dokpri

Apakah Salah?

Belajar dari pengalaman pribadi adalah merupakan sebuah jalan untuk meningkatkan nilai kehidupan yang bersemayam dalam diri. Seperti yang dapat disimak pada berbagai quote yang intinya mengatakan bahwa "Experience is the best teacher". 

Tapi kata orang bijak, selain belajar dari pengalaman pribadi, alangkah eloknya kita juga mau belajar dari pengalaman orang lain karena akan menghadirkan kearifan hidup. 

Belajar dari kesuksesan orang lain akan menjadi motivasi diri guna meraih impian hidup. Dan bilamana kita belajar dari kegagalan orang lain, akan bermanfaat, agar kita jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama sehingga tidak musti membayar urang sekolah yang terkadang teramat mahal.

Tinggalkan Passion sebagai Guru

Saya dan istri sama sama memiliki passion sebagai guru. Berada di ruang kelas dan memberikan pelajaran serta pendidikan bagi anak-anak didik sungguh menghadirkan sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai. 

Akan tetapi setelah anak kami sudah mulai bersekolah, sementara gaji guru pada waktu itu hanya 16 ribu rupiah dan ditambah dengan "tunjangan in natura" dalam bentuk beras sebanyak 9 kilogram, menyebabkan kami berdua tersadar dari nikmatnya terbuai hidup menekuni pekerjaan sebagai passion. 

Sadar bahwa bila kami tetap berpura-pura bahwa "semuanya akan baik-baik saja" demi kepuasan diri mengeluti dunia belajar dan mengajar, kelak anak-anak kami akan jadi apa? Tinggal di tempat kumuh, makan seadanya dan jauh dari kebersihan bahkan ketika anak kami sakit, gaji kami sebagai guru tidak mampu membiayai pengobatan putra kami. 

Saatnya Memilih Antara "Menikmati Passion" ataukah "Tinggalkan Passion dan raih impian hidup"

Berada di persimpangan jalan hidup membuat saya dan istri sadar diri bahwa kami harus berani mengambil keputusan, yakni tinggalkan passion demi masa depan anak-anak kami.

Singkat cerita, setelah alih profesi dan bekerja keras siang malam dan mengalami jatuh bangun berkali kali, akhirnya kami bersyukur, mampu meraih impian hidup, yakni memiliki rumah pribadi permanen dan membiayai ketiga anak-anak kami melanjutkan studi keluar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun