Orang-orang kaya di sini tidak merasa gengsi membawa anak-anak mereka bermain bersama yang berbeda suku dan budaya. Atau bahkan boleh jadi dari kalangan yang kurang mampu.
- Belajar disiplin diri
- Berlajar sabar antri menunggu giliran
- Belajar m.erasa ikut memiliki
- Menjaga kebersihan bersama
- Tidak merusakan sarana tempat bermain
- Membuka diri untuk bersahahat dengan siapa saja.
Melalui cara ini anak-anak sejak dari balita sudah terbiasa hidup dalam keberagaman. Apa yang mereka alami tertanam dalam hati mereka hingga dewasa. Sebuah pengalaman bagi anak-anak adalah jauh lebih bernilai dari seratus kotbah  Tidak sekali jua terlontar dari mulut mereka tentang asal muasal teman-teman mereka. Misalnya, "eee ...., Indonesia," atau "eee..., Afrika,"; "hitam lu" atau "eee..., Cina lu. Sipit!"
Mereka terkadang brantem, namun tidak pernah merembet rembet urusan asal muasal teman-temannya. Apalagi dikait-kaitkan dengan agama. Kami pernah camping dengan  keluarga dari Australia, Amerika, Cina, Zimbabwe dan kami sendiri dari Indonesia. 3 malam kami bersama. Bermain bersama, makan malam mengelilingi api unggun bersama. Saling menolong dan tidak satu patah kata juga terbersit di antara mereka  tentang kata-kata yang menyangkut  SARA.
Orang Australia itu terdiri dari puluhan suku bangsa di dunia dan mereka bisa akur. Mengapa kita tidak?
Tjiptadinata Effendi