Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendidik Anak Hidup dalam Keberagaman Gaya di Australia

17 Januari 2018   10:05 Diperbarui: 18 Januari 2018   04:44 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi: taman bermain anak di Perth/terbuka untuk siapa saja dan tidak ada biaya apapun

Orang-orang kaya di sini tidak merasa gengsi membawa anak-anak mereka bermain bersama yang berbeda suku dan budaya. Atau bahkan boleh jadi dari kalangan yang kurang mampu.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Mereka Dididik Bahwa Sarana Bermain Adalah untuk Bersama
  1. Belajar disiplin diri
  2. Berlajar sabar antri menunggu giliran
  3. Belajar m.erasa ikut memiliki
  4. Menjaga kebersihan bersama
  5. Tidak merusakan sarana tempat bermain
  6. Membuka diri untuk bersahahat dengan siapa saja.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Contoh Nyata adalah Cara Mendidik Terbaik

Melalui cara ini anak-anak sejak dari balita sudah terbiasa hidup dalam keberagaman. Apa yang mereka alami tertanam dalam hati mereka hingga dewasa. Sebuah pengalaman bagi anak-anak adalah jauh lebih bernilai dari seratus kotbah  Tidak sekali jua terlontar dari mulut mereka tentang asal muasal teman-teman mereka. Misalnya, "eee ...., Indonesia," atau "eee..., Afrika,"; "hitam lu" atau "eee..., Cina lu. Sipit!"

Mereka terkadang brantem, namun tidak pernah merembet rembet urusan asal muasal teman-temannya. Apalagi dikait-kaitkan dengan agama. Kami pernah camping dengan  keluarga dari Australia, Amerika, Cina, Zimbabwe dan kami sendiri dari Indonesia. 3 malam kami bersama. Bermain bersama, makan malam mengelilingi api unggun bersama. Saling menolong dan tidak satu patah kata juga terbersit di antara mereka  tentang kata-kata yang menyangkut  SARA.

Orang Australia itu terdiri dari puluhan suku bangsa di dunia dan mereka bisa akur. Mengapa kita tidak?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun