Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Guru Kehidupan tentang Arti Memberi

5 Februari 2017   22:10 Diperbarui: 5 Februari 2017   22:16 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin masih ada yang mengingat ,judul sebuah lagu klasik :"Love is a many splendored  thing" Yang dapat dipahami ,kira kira sebagai berikut:

Bahwa cinta itu memiliki sejuta makna.Tergantung pada siapa yang mengatakannya. Seluruh dunia tahu akan arti kata :"Love" ,namun memiliki beragam makna tentang arti dan makna cinta.Bahkan setiap orang ,memaknainya ,sesuai dengan pengalaman hidupnya tentang cinta,yang sudah melekat dan mendarah daging pada dirinya.

Dimulai dari yang memaknainya secara sinis,lantaran pernah tersakiti hidupnya dan menumpahkan rasa sakit hatinya pada kata cinta,hingga cinta yang tulus  ,yang terjalin karena keikhlasan dari orang orang yang terlibat di dalamnya.

Pemahaman Tentang Arti Ikhlas 

Pemahaman tentang arti kata "memberi" tidak kalah rumitnya ,bila disandingkan dengan kata "cinta" Buktinya: ada cinta terlarang ,ada pemberian yang telarang. "

Orang yang tertangkap basah,melakukan cinta terlarang akan di tangkap dan ditahan.Begitu juga orang yang melakukan pemberian terlarang ,seperti :"suap.sogok.kong kalikong,pemerasan ,dan sebagainya" ,bila tertangkap,pasti akan diseret ke Pengadilan untuk mendapatkan hukuman yang setimpal.

Berdasarkan pengalaman pengalaman yang tidak menyenangkan,maka ketika mengaplikasikan hidup saling berbagi ,dengan memberikan sesuatu pada orang lain,maka perlu disikapi secara bijak.

Antara Lain:

  • kalau tidak ikhlas,jangan pernah memberi,karena tidak ada nilainya,sebagai sebuah pemberian
  • pemberian yang mengharapkan balas jasa,bukanlah sebuah pemberian,melainkan sebuah bisnis terselubung
  • memberikan untuk dapat mendiktekan seseorang,bukanlah  sebuah pemberian,melainkan sebuah tindakan yang  munafik,Yakni pura pura baik,tapi sesungguhnya punya maksud tertentu.
  • memberi untuk mencari popularitas diri,juga sama sekali tidak bernilai sebagai sebuah pemberian,karena dilakukan ,hanya demi untuk kepentingan pribadi
  • memberi agar mendapatkan julukan :"orang baik" ,juga bukanlah sebuah pemberian yang sesungguhnya,karena hanya untuk mendapatkan sanjungan.
  • memberi untuk dijadikan bahan cerita ,sungguh sebuah  tindakan menista diri sendiri dan orang yang diberikan

Lupakan Apa Yang Kita Berikan,Tapi Ingat Apa yang Kita Terima

Memberikan dengan tulus,berarti memberikan ketika hati kita tergerak untuk memberi. Bila sudah dipertimbang timbangkan,maka biasanya pikiran kita sebagai manusia,mulai memperhitungkan untung ruginya.

Sehingga seringkali terjadi,niat awal mau membagikan pakaian pakaian bekas kita yang masih layak pakai ,kepada orang yang membutuhkan.Tetapi ketika mata kita terbentur pada merek yang ada pada pakaian yang akan dibagikan kepada orang lain,maka pikiran kita akan mengoda ,agar membatalkan pemberian tersebut. Mengingat harganya mahal dan mungkin masih bisa laku dijual.

Disaat saat seperti inilah.nilai nilai luhur yang ada dalam diri kita ditantang ,untuk menentukan sikap. Sebuah ujian hidup,yang menentukan apakah kita lulus sebagai orang yang memiliki martabat diri,atau gagal,dan membatalkan niat memberi,hanya karena tergoda untuk dapat menjualnya.

Ubi Rebus dan Nasi Bungkus,Yang Awet   lebih dari Setengah Abad

Saya pernah menuliskan artikel,tentang sepotong ubi rebus,yang awet selama setengah abad.Tentu  saja,hal ini merupakan sebuah kiasan,bagaimana ,sepotong ubi rebus,yang diberikan  oleh bu Halimah diatas bus ALS ,ketika kondisi saya cukup parah,karena Malaria yang saya derita kambuh diperjalanan Medan menuju ke Padang. Ubi rebus itu,pada saat itu,bagi saya sungguh tidak ternilai.Apalagi diberikan dengan sangat tulus oleh seorang wanita tua, yang hanya mampu membeli dua potong ubi rebus

Bu Halimah ini,berkerudung ,asal Aceh ,campuran Minang,jadi beragama islam,sementara saya sendiri dari etinis Tionghoa dan beragama Katholik.Tapi bu Halimah,tidak memikirkan tentang semuanya itu. Hatinya hanya ingin menolong saya yang sedang tergeletak sakit diatas bus. Inilah  sebuah pemberian yang setulus hati. Dalam hal memberi,maka bagi saya,Bu Halimah adalah Sang Pencerah.Yang mengajarkan kepada saya,tentang arti dan makna berbagi.

Kalaulah orang berbagi ,hanya kepada sanak keluarganya  atau hanya pada teman temannya,maka apalah artinya pemberian kita?

Satu Lagi Contoh

Dalam  perjalanan hidup ,saya pernah selama dua tahun,menjadi pedagang keliling Medan -Padang,seperti yang sudah pernah saya postingkan,beberapa tahun lalu. Suatu waktu ,hujan lebat ,jembatan putus,maka bus berhenti di Masjid.Seluruh penumpang, turun dan numpang berteduh di dalam Masjid,termasuk saya,satu satunya yang non Muslim,ikut berteduh.Bertepatan bulan puasa dan saatnya berbuka puasa.  Saya hanya duduk bersandar di dinding Masjid,karena tidak membawa bekal apapun,sementara  penumpang lainnya,membuka bungkusan  makanan masing masing.,

Tiba tiba saya didekati seseorang,sambil menyapa:" Yuk nak,sudah saatnya berbuka".Saya menjelaskan bahwa saya non Muslim.Tapi orang tua yang bertanya,sama sekali tidak tampak kaget,malah menarik tangan saya dan berkata,:"Kita makan bersama.Bapak sudah tua,tidak sanggup menghabiskan sebungkus nasi ini"

Tanpa kuasa menahan rasa haru,mata saya basah dan saya ikut makan,sebungkus berdua. Ini adalah pelajaran hidup yang kedua bagi saya,bagaimana sesungguhnya hidup berbagi .

Saya tuliskan artikel ini,tentu tidak bermaksud menarik rasa simpati atau apa namanya.Karena saya bukan pejabat,yang mungkin perlu gitu gituan,agar mendapatkan rasa simpati. Tulisan ini,apa adanya,bagaimana saya belajar dari orang kampung,yang hidupnya juga sama sama melarat. Karena dari merekalah kita akan mendapatkan pelajaran hidup yang sejati,Karena Bu Halimah dan Pak H,Muis, adalah Guru  kehidupan yang sesungguhnya. Beliau tidak mengajarkan dengan berdiri dimimbar,tapi mengajarkan ilmu hidup dengan memberikan contoh teladan.Yakni berbagi sepotong ubi rebus dan berbagi nasi sebungkus.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun