Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terkadang Pilihan Itu Menyakitkan

26 April 2017   18:05 Diperbarui: 27 April 2017   03:00 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona



Memilih Yang Terbaik dari Yang Terburuk

Ketika kita berbelanja di Super Market,maka kita mendapatkan kesempatan untuk memilih barang ataupun buahan yang terbaik  menurut selera kita.Akan tetapi ,dalam perjalanan hidup,ada kalanya, kita dihadapkan pada kondisi,memilih yang terbaik ,dari yang terburuk.

Seringkali, kehidupan digambarkan bagaikan sebuah perahu yang sedang belayar. Nakhodanya adalah diri kita sendiri. Dan semua orang memahami,bahwa tidak ada manusia yang dapat menjamin,bahwa akan selamanya samudra itu tenang  dan menyenangkan. Tidak jarang terjadi,secara tanpa diduga, datang badai ,yang menyebabkan gelombang yang amat besar. Akibatnya ,perahu terombang ambing ,bagaikan sabut kelapa di permainkan gelombang .Air mulai menggenangi perahu. Dalam kondisi buruk ini,maka Kapten kapal,tidak mempunyai pilihan,selain dari membuang semua muatan kapal kelaut. Walaupun pasti akan mengalami kerugian yang amat besar dan resiko diperkarakan,namun keputusan harus diambil. "Buang semua muatan kapal atau tenggelam bersama"

Maka dalam kondisi yang terburuk ini, Kapten kapal harus menentukan pilihan, yakni memilih yang terbaik dari yang terburuk. Membuang seluruh muatan kapal yang sangat bernilai atau kehilangan kehidupan yang tak ternilai. Saat saat seperti ini, seorang Kapten kapal di tuntut untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang cepat dan tepat. Badai dan gelombang tidak memberikan kesempatan untuk berunding atau merenung.

"Lakukan sekarang atau tidak pernah lagi ada kesempatan"  Dalam saat saat genting inilah sikap mental seorang Kapten Kapal diuji. Mampukah ia mengambil keputusan yang cepat atau tidak .. Karena mempertaruhkan antara harta yang sangat tinggi nilainya dan kehidupan yang tidak ternilai.

Maka kita sering mendengarkan,bahwa karena badai dan gelombang tinggi, Kapten kapal memutuskan untuk membuang semua muatan kapal kelaut lepas,demi untuk menyelamatkan jiwa para penumpangnya. Pernah di pantai kota Padang,suatu hari,nelayan bukannya sibuk menangguk udang ataupun menjala ikan,melainkan menangguk berkarung karung cengkeh yang di buang kelaut.dari kapal antar pulau yang mengangkutnya,karena ditengah laut,diterpa gelombang.

Refleksi Diri

Dalam kehidupan ,sesungguhnya kita juga ibarat berlayar menuju kepulau impian masing masing, Gelombang kehidupan yang  terkadang menerpa kehidupan kita, bahkan terkadang jauh lebih ganas daripada gelombang di samudra lepas.Walaupun berbeda alamnya ,namun kondisi yang tercipta ,adalah sama,yakni memilih:" Berusaha menyelamatkan apa yang masih dapat diselamatkan atau membiarkan semuanya hancur"

 Dan kita sebagai Kapten kapal kehidupan, juga dituntut keberanian dan ketegasan dalam mengambil keputusan. Berpikir itu baik,karena pikir adalah pelita hati. Namun ada kalanya, kondisi tak memungkinkan kita untuk berpikir lama lama. Kita dihadapkan pada pilihan :” It’s now or Never”.Lakukanlah sekarang juga atau anda akan kehilangan segala galanya!

The Last Choise

Pernah menonton film hitam putih ,yang berjudul :" The Last Choise?" Film ini diangkat kelayar lebar,dari kisah nyata,dari para penumpang kapal yang karam dihantam gelombang di tengah laut Karibia. Sebagian dapat menyelamatkan diri,dengan mengunakan sekoci. Tapi sekoci yang terakhir ,muatannya melebihi kapasitas. Sekoci yang berkapasitas untuk 8 orang,sudah dijejali oleh 12 orang,yang terdiri dari  ,anak anak dan para wanita dan satu orang pria,yang mengemudikan sekoci . Sudah tidak memungkinkan lagi dapat menampung para penumpang lainnya. Ketika sekoci siap untuk dijalankan,tiba tiba  ,ada tangan tangan yang menggapai dan berteriak minta tolong. Ternyata ada dua orang pria yang masih berusaha untuk menyelamatkan diri Bahkan memegang pinggir sekoci dan berusaha untuk naik. 

Seandainya dibiarkan ,maka dipastikan sekoci akan karam dan semuanya akan tewas. Bayangkan bagaimana perasaan Pengemudi sekoci,ketika dengan perasaan hancur,ia harus melepaskan tangan tangan yang menggapai pinggiran sekoci dan meninggalkan mereka disana.Sempat terdengar teriakan satu dua detik ,untuk kemudian keduanya hilang ditelan gelombang.

Memilih itu Tidak Selalu Menyenangkan

Bersyukurlah kita,karena tidak dihadapkan pada pilihan seperti kisah diatas. Ada banyak masalah hidup yang membuat kita tidak puas dan berontak dalam hati. Karena harapan kita yang begitu indah,terkadang terhempas brantakan. Dalam kondisi ini,kita dihadapan pada pilihan:

  • Mau menyelamatkan apa yang masih bisa diselamatkan
  • atau
  • mengikuti kata hati, sehingga tidak ada lagi yang dapat diselamatkan?

Jangan lupa, hidup tidak semanis ,seperti kisah Cinderella.Yang bertemu Pangeran Ganteng dan kaya raya. Jatuh cinta dan mereka menikah,serta hidup berbahagia selama lamanya.

Hidup sejatinya tidak seperti kisah dalam film. Tidak jarang kita dihadapkan pada situasi kehidupan yang keras,kejam dan tak berbelas kasih. Dan bila hal ini terjadi,maka tugas kitalah untuk mengambil keputusan yang tepat dan cermat. Yakni memilih yang terbaik dari antara yang terburuk.

Pada kondisi ini,maka perasaan harus mengalah dengan akal budi kita.. Karena kalau mengikuti perasaan,maka kemungkinan besar  setiap orang akan menolak untuk berkompromi dengan situasi dan kondisi yang terasa amat menyakitkan hati, Akan tetapi,bila hidup sudah menyudutkan diri kita,sehingga tidak ada ruang gerak yang lain,maka jangan pernah lari dari kenyataan,betapapun pahitnya. Beranilah mengambil keputusan, untuk menyelamatkan yang masih  dapat diselamatkan

Daripada mengikuti emosi dan berakhir,tak ada lagi yang dapat diselamatkan.

New Year's Eve ,2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun