Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sugar Coating di Kantor? Strategi Cerdas atau Cuma Jadi Penjilat?

2 Oktober 2025   18:20 Diperbarui: 2 Oktober 2025   17:29 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penjilat (pixabay.com/RyanMcGuire)

Kamu lagi kerja serius, tiba-tiba ada rekan kerja yang setiap ketemu atasan selalu pasang senyum semanis mungkin, suaranya dilembut-lembutin, bahkan setiap kalimat yang keluar kayak ditaburi gula?Manis, sih... tapi lama-lama bikin enek.

Ada yang bilang itu namanya ramah. Ada juga yang bilang basa-basi profesional. Tapi, kalau udah kelewat manis sampai terasa dibuat-buat, muncullah istilah yang sering kita dengar, sugar coating.

Di dunia kerja, fenomena ini bukan barang baru. Banyak orang yang rela memoles kata-katanya, bahkan menutupi kenyataan pahit dengan balutan kalimat manis, demi satu hal, kesan baik di mata atasan. Pertanyaannya,

Apakah itu bisa dianggap strategi cerdas untuk bertahan di dunia kerja?

Atau sebenarnya cuma bentuk penjilatan yang bikin citra diri jadi murahan?

Mari kita bahas lebih dalam.

Sugar coating di kantor bisa jadi diplomasi cerdas atau justru penjilatan. Tergantung niat: menjaga perasaan atau sekadar cari muka. - Tiyarman Gulo

Apa Itu Sugar Coating?

Secara harfiah, sugar coating artinya lapisan gula. Kalau dalam makanan, biasanya dipakai buat bikin sesuatu yang pahit jadi lebih mudah ditelan. Nah, dalam komunikasi kerja, sugar coating adalah cara menyampaikan sesuatu dengan kata-kata manis agar terdengar menyenangkan, walau kadang menutupi realita.

Contohnya gampang, Alih-alih bilang, "Presentasi kamu kacau banget," seseorang memilih kalimat, "Presentasinya lumayan, mungkin kalau ditambahin visualisasi bakal lebih keren."

Atau, ketika ada kesalahan fatal, alih-alih jujur, seseorang bilang, "Sebenarnya sih oke, cuma ada beberapa detail kecil yang bisa diperbaiki," padahal yang dimaksud detail kecil itu justru hal besar.

Sekilas terdengar sopan. Tapi kalau keseringan, sugar coating bisa berubah jadi topeng.

Dua Wajah Sugar Coating

Sugar coating itu ibarat pedang bermata dua. Bisa jadi soft skill yang keren, tapi bisa juga menjelma jadi toxic behavior.

1. Sisi Positif

  • Membuat komunikasi lebih cair.
  • Kritik terdengar lebih halus, nggak menyakiti hati lawan bicara.
  • Membantu menjaga hubungan baik dengan atasan maupun rekan kerja.
  • Jadi "perantara" antara kenyataan pahit dengan telinga yang sensitif.

Contoh nyata, seorang manajer yang harus menegur timnya bisa memakai sugar coating biar kritiknya terdengar sebagai masukan, bukan serangan.

2. Sisi Negatif

  • Bisa jatuh ke penjilatan, memuji berlebihan demi disukai atasan.
  • Mengaburkan fakta, menutupi kesalahan besar dengan kata manis.
  • Menimbulkan ketidakpercayaan di tim, karena dianggap manipulatif.
  • Lama-lama bikin budaya kerja nggak sehat, semua jadi serba kepura-puraan.

Kalau sudah sampai tahap ini, sugar coating bukan lagi soal komunikasi baik, tapi lebih ke strategi licik.

Kenapa Orang Melakukannya?

Ada beberapa alasan kenapa sugar coating marak di dunia kerja, terutama di Indonesia.

Orang Indonesia terkenal suka menjaga perasaan. Daripada bilang "jelek", lebih aman pakai "lumayan". Daripada bilang "nggak setuju", lebih aman pakai "mungkin bisa dipertimbangkan lagi".

Ada orang yang sadar betul, semakin dekat dengan atasan, semakin besar peluang promosi. Maka, sugar coating jadi jalan pintas buat mencuri perhatian.

Sebagian orang nggak nyaman dengan konfrontasi. Jadi, lebih baik memilih kata manis biar aman, meski sebenarnya ada banyak hal yang ingin diungkapkan.

Secara psikologis, semua orang suka dipuji. Maka, sugar coating sering jadi alat untuk mendapatkan penerimaan sosial.

Dampaknya di Dunia Kerja

Sugar coating bisa punya efek domino.

Bagi Individu, Dalam jangka pendek, mungkin dia terlihat "disayang atasan". Tapi dalam jangka panjang, rekan kerja bisa kehilangan respek. Orang juga jadi sulit membedakan mana kata-kata tulus, mana yang sekadar basa-basi.

Bagi Tim, Bisa menimbulkan iri, bahkan konflik. Tim jadi terbelah, ada yang ikut-ikutan sugar coating, ada yang muak dan memilih menjauh.

Bagi Perusahaan, Budaya kerja bisa rusak. Meritokrasi, di mana orang dihargai karena kinerja, tergerus oleh "politik manis". Akibatnya, yang lebih pandai berbasa-basi bisa lebih dihargai daripada yang benar-benar kompeten.

Apakah Sugar Coating Bisa Dibenarkan?

Jawabannya, tergantung.

  • Wajar kalau dipakai untuk menyampaikan kritik dengan sopan.
  • Positif kalau dipakai buat memberi apresiasi yang tulus.
  • Berbahaya kalau dipakai buat menutupi kesalahan besar, atau jadi senjata politik kantor.

Intinya ada di niat, apakah kita sedang berusaha menjaga perasaan orang, atau sedang mencari muka semata?

Tips Menghadapi Rekan Kerja "Sugar Coater"

Kalau kamu punya rekan kerja yang gemar sugar coating, ada beberapa hal yang bisa dilakukan,

  • Tetap Profesional, Jangan mudah tersulut emosi.
  • Fokus pada Kinerja, Buktikan diri dengan hasil kerja, bukan basa-basi.
  • Bangun Komunikasi Sehat, Ciptakan ruang jujur di tim.
  • Jangan Ikut-Ikutan, Kalau itu bertentangan dengan nilai pribadimu, lebih baik konsisten jadi versi jujurmu.

Kalau Kamu yang Tergoda Melakukannya...

Yuk, coba refleksi diri. Kalau merasa sering sugar coating, tanyakan ini,

Apakah aku sedang bersikap diplomatis, atau menjilat?

Apakah kata-kataku benar-benar membantu orang, atau cuma buat cari muka?

Apakah aku tetap menjaga integritas, atau sudah pura-pura berlebihan?

Beda tipis banget, tapi hasilnya jauh. Diplomasi bikin orang respek. Penjilatan bikin orang ilfeel.

Pada akhirnya, sugar coating itu ibarat garam dalam masakan. Sedikit bisa bikin enak, tapi kalau kebanyakan bisa bikin mual.

Dunia kerja memang penuh persaingan. Tapi jangan sampai ambisi bikin kita kehilangan jati diri. Komunikasi yang manis boleh, asal tetap jujur. Karena ujung-ujungnya, orang bisa menilai mana yang tulus, mana yang sekadar berpura-pura.

Jadi, kalau kamu ditanya,

Lebih pilih sugar coating atau jujur apa adanya?

Mungkin jawabannya adalah, jujur, tapi dengan cara yang manis.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun