Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rumah Eko Patrio Dijarah Masa adalah Bentuk Potret Amarah Publik?

2 September 2025   00:30 Diperbarui: 1 September 2025   18:31 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan rumah anggota DPR Eko Patrio yang sempat dijarah warga, Minggu (31/8/2025). Hanifah Salsabila 

Di satu sisi, kita bisa memaklumi bahwa amarah kolektif seringkali muncul dari rasa frustrasi. Masyarakat yang merasa tak didengar, akhirnya mencari cara lain untuk "membalas". Namun di sisi lain, tindakan seperti ini jelas merugikan banyak pihak.

  • Hukum jadi tak dihargai
    Kalau setiap kekecewaan dilampiaskan dengan cara merusak atau menjarah, hukum tak lagi punya wibawa.
  • Potensi salah sasaran
    Bagaimana jika rumah itu hanya dijaga ART atau kerabat yang tak tahu apa-apa? Mereka bisa jadi korban ketidakadilan.
  • Preseden berbahaya
    Jika penjarahan rumah pejabat dianggap "normal", maka ke depan bisa terjadi hal serupa pada tokoh lain.

Apakah Ini Tanda Demokrasi Kita Rapuh?

Kejadian di rumah Eko Patrio mungkin terlihat sebagai insiden kriminal biasa, tapi jika ditarik lebih jauh, ini bisa dibaca sebagai alarm keras, kepercayaan rakyat pada pejabat mulai rapuh.

Ketika rakyat sudah tak percaya jalur hukum atau mekanisme resmi, mereka menciptakan "keadilan jalanan" versi sendiri. Demokrasi yang sehat seharusnya memberi ruang aman bagi aspirasi, bukan ruang amuk di jalanan atau rumah pejabat.

Refleksi, Amarah Publik, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Peristiwa ini meninggalkan banyak pertanyaan. Apakah Eko Patrio memang punya kesalahan besar hingga memicu amarah? Apakah ini sekadar luapan emosi spontan? Atau ada pihak-pihak yang sengaja memprovokasi?

Yang jelas, rumah yang dijarah hanyalah simbol. Pesannya jauh lebih dalam, rakyat ingin didengar.

Bagi pejabat publik, ini bisa jadi cermin bahwa jabatan bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga soal kepercayaan. Dan sekali kepercayaan itu hilang, amarah publik bisa datang kapan saja, di mana saja, dengan cara yang tak terduga.

Penutup, Antara Harapan dan Ketakutan

Kini, rumah Eko Patrio berdiri dengan pagar berantai dan coretan di dinding. Bukan lagi sekadar hunian, melainkan saksi bisu amarah masyarakat.

Kita mungkin bisa mengutuk tindakan anarkis massa, tapi kita juga tak bisa menutup mata terhadap akar persoalannya, ada jarak yang makin lebar antara rakyat dan pejabatnya.

Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan jurang ini makin menganga? Atau justru menjadikannya titik balik untuk membangun kembali kepercayaan?

Pada akhirnya, tragedi rumah Eko Patrio bukan hanya tentang satu orang atau satu malam. Ia adalah cermin tentang kita semua, tentang rakyat yang kecewa, pejabat yang lupa, dan sistem yang belum sepenuhnya berpihak pada keadilan.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun