Kamu masih anak kecil di Tanjung Priok. Setiap hari lihat teman sebaya main bola plastik, sementara kamu keliling pelabuhan cuma buat semir sepatu orang. Kadang hujan turun deras, kamu buru-buru tawarin jasa "ojek payung" demi dapat recehan. Belum lagi, ketika tumbuh remaja, kamu harus banting tulang jadi sopir truk.
Kedengarannya seperti cerita klise film perjuangan, kan? Tapi ini bukan fiksi. Ini nyata. Inilah potret masa kecil Ahmad Sahroni, seorang anak kampung pesisir Jakarta yang dulu hidupnya penuh keterbatasan. Tidak ada jalan mulus, tidak ada privilege. Hanya ada tekad buat bertahan hidup.
Kini, siapa sangka? Namanya dikenal sebagai "Sultan Tanjung Priok," salah satu anggota DPR terkaya dengan harta ratusan miliar rupiah. Dari sepatu orang lain yang ia semir, kini kakinya sendiri melangkah di karpet merah parlemen.
Masa Kecil yang Sederhana
Ahmad Sahroni lahir pada 8 Agustus 1977 di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kawasan ini identik dengan pelabuhan, jalanan padat, dan hiruk-pikuk kehidupan kelas pekerja. Ia dibesarkan dari keluarga sederhana, di mana ibunya berjualan nasi padang untuk menyambung hidup.
Sejak kecil, Sahroni terbiasa "ngoprek" berbagai pekerjaan sampingan. Tidak ada yang glamor. Tukang semir sepatu, ojek payung, sampai jualan kecil-kecilan. Ia tumbuh dengan pemahaman bahwa uang tidak jatuh dari langit, melainkan dari keringat yang menetes di jalanan.
Kalau dipikir, justru dari sinilah mental baja itu terbentuk. Ketika banyak anak muda putus asa hanya karena gagal ujian atau ditolak kerja sekali dua kali, Sahroni sudah ditempa kenyataan sejak bocah. Kerja keras atau tidak makan.
Dari Sopir Truk ke Pengusaha
Memasuki usia remaja, ia tak ragu kerja apa saja. Salah satunya, jadi sopir truk kontainer. Bayangkan panas terik jalanan Jakarta, macet, ditambah tekanan pekerjaan. Tapi itu semua dilakoni dengan sabar.
Lambat laun, pengalaman itu membuka peluang. Ia mulai terlibat lebih jauh dalam dunia usaha transportasi dan perkapalan. Di sinilah titik baliknya. Dari pekerja kasar, pelan-pelan ia naik kelas jadi pengusaha.
Kisah ini mengingatkan kita pada pepatah lama "Orang besar lahir dari proses yang kecil." Dan Sahroni membuktikannya.
Masuk ke Dunia Politik
Kalau urusan bisnis sudah cukup stabil, kenapa harus capek-capek terjun ke politik? Banyak yang bertanya begitu. Namun buat Sahroni, politik adalah cara lain memberi pengaruh.
Tahun 2013, ia bergabung dengan Partai NasDem. Tak lama, 2014, ia sudah duduk di kursi DPR RI. Karier politiknya melesat cepat. Kini ia menjabat Wakil Ketua Komisi III dan Bendahara Umum DPP NasDem.