Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gibran Jawab Usulan DPR "Gerbong Khusus Merokok" dengan Elegan

25 Agustus 2025   17:25 Diperbarui: 25 Agustus 2025   15:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DPR Minta Gerbong Kereta Bebas Merokok, Gibran Bilang Begini Bisnis.com 

Bagi Anda yang pernah merasakan perjalanan kereta api di era 90-an atau awal 2000-an, mungkin masih lekat dalam ingatan aroma khasnya. Campuran bau besi, makanan dari gerbong restorasi, dan tentu saja, asap rokok yang mengepul bebas. Merokok di kereta dulu adalah pemandangan biasa. Namun, seiring waktu dan meningkatnya kesadaran akan kesehatan, gerbong-gerbong itu dibersihkan, aturan diperketat, dan perjalanan kereta api menjadi salah satu moda transportasi publik paling nyaman dan bebas asap rokok di Indonesia.

Sebuah kemajuan yang kita nikmati bersama. Namun, baru-baru ini, sebuah usulan dari Senayan seolah mengajak kita untuk sedikit bernostalgia, atau mungkin, melompat mundur. Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, menyarankan PT KAI untuk kembali menghadirkan gerbong khusus merokok di kereta jarak jauh. Idenya terdengar cukup menarik di permukaan. Sebuah gerbong multifungsi yang bisa menjadi kafe tempat ngopi-ngopi santai sekaligus smoking area. Tujuannya, kata beliau, adalah untuk mengakomodasi penumpang perokok.

Usulan yang wajar dari sudut pandang akomodasi. Tapi, respons yang datang dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak hanya menjawab usulan tersebut. Responsnya justru mengangkat seluruh perdebatan ini ke level yang jauh lebih fundamental, mengubah diskusi dari "boleh atau tidak" menjadi "siapa yang lebih berhak diprioritaskan?".

Wapres Gibran merespons usul gerbong rokok DPR dengan menekankan skala prioritas: utamakan fasilitas bagi ibu hamil, lansia, dan kaum difabel dahulu. - Tiyarman Gulo

Bukan "Tidak", Tapi "Siapa Dulu?"

Menanggapi usulan tersebut, Gibran tidak mengeluarkan penolakan mentah-mentah dengan dalih "rokok itu tidak sehat". Itu jawaban yang mudah ditebak. Sebaliknya, ia memilih jalur yang lebih cerdas dan elegan. Ia memperkenalkan satu kata sakti dalam dunia kebijakan prioritas.

"Jika ada ruang fiskal," ujarnya, "lebih baik diprioritaskan untuk misalnya ibu hamil, ibu menyusui, balita, lansia, kaum difabel."

Ia kemudian melukiskan sebuah gambaran yang jauh lebih konkret dan membumi. 

"Ada ruang laktasi di gerbongnya, mungkin toiletnya bisa dilebarkan sehingga ibu-ibu bisa mengganti popok bayi dengan lebih nyaman," lanjutnya.

Dalam beberapa kalimat saja, Gibran berhasil menggeser total medan pertempuran. Perdebatan tidak lagi soal hak perokok versus non-perokok. Perdebatannya kini menjadi  Gerbong untuk merokok atau ruang untuk menyusui? Fasilitas untuk sebuah kebiasaan atau fasilitas untuk sebuah kebutuhan mendasar?

Kenapa Jawabannya Begitu Tepat Sasaran?

Jawaban Gibran terasa begitu kuat bukan karena nadanya yang keras, tapi karena logikanya yang sulit dibantah. Mari kita bedah mengapa respons ini begitu efektif dan berkelas.

1. Kontrasnya Kebutuhan vs Keinginan

Ini adalah inti dari kecerdasan argumennya. Gibran secara brilian menghadapkan dua skenario. Di satu sisi, ada keinginan sekelompok orang untuk merokok dengan nyaman. Di sisi lain, ada kebutuhan mendesak dari kelompok rentan.

Seorang ibu yang harus menyusui anaknya di kursi penumpang yang ramai, merasakan ketidaknyamanan dan tatapan orang lain. Seorang ayah yang kebingungan mencari tempat layak untuk mengganti popok bayinya di toilet kereta yang super sempit. Seorang pengguna kursi roda yang bahkan tidak bisa masuk ke toilet. Seorang lansia yang butuh pegangan lebih kokoh saat kereta bergoyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun