Buka aplikasi berita, isinya tentang inflasi yang bikin pusing. Pergi ke warung, harga sebungkus mi instan favorit tiba-tiba naik. Lihat tagihan cicilan, angkanya terasa lebih berat dari biasanya. Kalau iya, Anda tidak sendirian. Kondisi ekonomi dunia saat ini memang sedang seperti naik roller coaster tanpa sabuk pengaman.
Ketidakpastian ini, mulai dari harga barang yang terus meroket, suku bunga yang tinggi, hingga konflik politik di belahan dunia lain, seringkali memicu satu respons alami dalam diri kita: takut.
Akibatnya, banyak orang refleks menarik "rem darurat". Niat untuk berinvestasi yang sudah disusun rapi mendadak ditunda. Muncul bisikan di kepala, "Tunggu dulu deh, sampai situasi aman." Sikap wait-and-see ini terasa seperti pilihan paling bijak. Tapi, benarkah demikian?
Menurut para ahli Investasi, justru di tengah badai inilah keputusan investasi yang cerdas menjadi penentu nasib kekayaan kita di masa depan. Berdiam diri sambil memeluk uang tunai justru bisa menjadi bumerang. Kenapa? Karena ada musuh senyap bernama inflasi yang siap menggerogoti nilai uang Anda pelan-pelan. Uang Rp1 juta hari ini tidak akan bisa membeli barang yang sama setahun dari sekarang.
Jadi, alih-alih berhenti, ini saatnya untuk tetap berada di arena permainan, tapi dengan strategi yang lebih matang. Anggap saja Anda seorang kapten kapal yang harus menavigasi badai. Anda tidak akan melompat dari kapal, kan? Tentu tidak. Anda akan menyesuaikan arah layar, membaca peta dengan lebih teliti, dan mencari rute teraman.
Berikut adalah empat jurus cerdas yang bisa Anda terapkan untuk menjaga "kapal" investasi Anda tetap kokoh dan bahkan menemukan harta karun di tengah badai ekonomi.
Hadapi ekonomi tak menentu dengan investasi cerdas. Lakukan diversifikasi, pilih aset stabil, dan jaga likuiditas agar portofolio tetap aman dan tumbuh. - Tiyarman Gulo
Jurus 1 Jangan Taruh Semua Telur dalam Satu Keranjang (Diversifikasi Cerdas)
Ini adalah nasihat investasi paling klasik, tapi relevansinya justru semakin kuat di masa-masa seperti ini. "Diversifikasi" terdengar rumit, padahal konsepnya sederhana, yaitu sebar risiko.
Tapi, diversifikasi yang dimaksud para ahli bukan sekadar punya saham dan reksa dana saja. Kita perlu berpikir lebih luas.
Sebar Aset. Jangan hanya fokus di saham. Alokasikan dana Anda ke berbagai "keranjang" seperti obligasi (surat utang), pasar uang, atau bahkan properti. Saat saham sedang anjlok, mungkin obligasi Anda justru sedang stabil memberikan kupon.
Sebar Geografis. Jangan hanya berinvestasi di Indonesia. Coba lirik pasar di negara lain yang mungkin kondisi ekonominya lebih stabil atau punya potensi pertumbuhan berbeda. Ini seperti punya beberapa toko di kota yang berbeda; jika satu kota sepi, toko di kota lain masih bisa ramai.
Sebar Sektor. Dalam portofolio saham Anda, jangan hanya menumpuk saham dari satu sektor (misalnya, teknologi semua). Sebar ke berbagai sektor seperti konsumer, kesehatan, perbankan, dan energi. Ketika satu sektor sedang lesu, sektor lain bisa jadi penyeimbangnya.