Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menteri Sri Mulyani Panik Investasi Seret, Siapkan Joker Bernama Danantara!

5 Juli 2025   21:00 Diperbarui: 4 Juli 2025   17:01 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dolar (pexels.com/Pixabay) 

Di ruang rapat yang dingin bersama para anggota dewan, di tengah paparan data dan grafik yang rumit, ada satu momen di mana nada suara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terdengar berbeda. Bukan lagi nada seorang birokrat yang percaya diri, melainkan nada seorang yang sedang melihat lampu peringatan menyala terang.

Lampu itu berkedip-kedip di sebuah angka yang mungkin terdengar asing di telinga kita, 2,1 persen!

Angka ini, menurutnya, "termasuk sangat lemah". Bagi kita, 2,1 persen mungkin hanya angka kecil. Tapi di dunia ekonomi, angka ini adalah sinyal bahaya. Ini adalah angka pertumbuhan investasi di Indonesia pada kuartal pertama 2025. 

Ini cerita tentang masa depan kita semua, tentang lapangan kerja, dan tentang seberapa cepat negara ini bisa berlari. Dan di tengah kekhawatiran ini, pemerintah ternyata sedang menyiapkan sebuah "kartu joker" yang diharapkan bisa mengubah permainan.

Sri Mulyani soroti lemahnya investasi yang ancam ekonomi. Danantara jadi harapan, namun berisiko menyingkirkan swasta (crowding out). - Tiyarman Gulo

Membedah "Monster" Asing Bernama, PMTB!

Sebelum panik, mari kita pahami dulu apa biang keladinya. Angka 2,1 persen itu merujuk pada pertumbuhan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Namanya memang terdengar seperti mantra dari buku pelajaran ekonomi yang bikin mengantuk. Tapi artinya sangat sederhana.

PMTB adalah "belanja modal" sebuah negara. Ini adalah total uang yang dihabiskan untuk membeli atau membangun aset-aset produktif, pabrik baru yang akan merekrut ratusan pekerja, jalan tol yang memperlancar distribusi barang, mesin-mesin canggih untuk meningkatkan produksi, hingga gedung-gedung perkantoran baru.

Singkatnya, PMTB adalah fondasi dari pertumbuhan ekonomi di masa depan. Semakin tinggi angkanya, semakin banyak "pabrik" kemakmuran yang sedang dibangun.

Sri Mulyani menjelaskan, "Kalau kita ingin tumbuh 5 persen, biasanya investment juga harus tumbuhnya sekitar 5 persen." 

Kenyataannya? Pertumbuhan investasi kita hanya 2,1 persen. Jauh panggang dari api.

Badai Global dan Target Ambisius

Kenapa mesin investasi kita mendadak lesu? Ternyata, kita sedang dikepung dari dua arah.

Pertama, badai dari luar negeri. Perekonomian global sedang tidak baik-baik saja. Indeks PMI manufaktur global sedang berada di zona kontraktif alias nilainya merah. Harga komoditas seperti minyak dan gas alam naik-turun seperti roller coaster, diperparah oleh konflik geopolitik seperti ketegangan Israel dan Iran.

Situasi ini membuat para investor besar di dunia menjadi "penakut". Mereka lebih memilih menyimpan uangnya di tempat aman daripada menanamkannya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sri Mulyani menyimpulkannya dengan gamblang, "Ini situasi global yang tidak makin membaik."

Kedua, tekanan dari dalam negeri. Di saat yang sama, pemerintah Indonesia punya target pertumbuhan ekonomi yang sangat ambisius, antara 5,3 hingga 5,8 persen pada 2026. Bahkan ada aspirasi untuk mencapai 8 persen. Ini menciptakan sebuah dilema, bagaimana kita bisa berlari sekencang itu jika pasokan "bensin" investasi dari luar sedang seret?

Kartu Joker Itu Bernama Danantara

Di tengah situasi sulit inilah, pemerintah mengeluarkan sebuah "kartu joker", BPI Danantara (Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara).

Apa itu Danantara? Sederhananya, ini adalah Sovereign Wealth Fund (SWF) atau "dana abadi" milik Indonesia. Pemerintah membuat satu perusahaan investasi super raksasa. Tugasnya menjadi "magnet" untuk merayu investor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri, agar mau ikut menanamkan modalnya di Indonesia.

Misalnya, ada proyek pembangunan pelabuhan besar. Danantara mungkin akan menaruh modal awal 30 persen. Sisa 70 persennya? Mereka akan berkeliling dunia, meyakinkan dana pensiun raksasa dari Kanada atau perusahaan investasi dari Timur Tengah untuk ikut bergabung. Dengan adanya "stempel" dari pemerintah melalui Danantara, para investor ini diharapkan menjadi lebih percaya diri.

Ancaman Mengerikan Bernama 'Crowding Out'

Terdengar seperti solusi sempurna, bukan? Sayangnya, kartu joker ini adalah pedang bermata dua. Ada sebuah risiko besar yang bahkan membuat Sri Mulyani sendiri merasa perlu untuk terus mengingatkan. Risiko itu bernama 'crowding out'.

Mari kita pakai analogi sederhana. Di sebuah kawasan kuliner, ada banyak warung tenda kecil milik warga (ini adalah investor swasta). Mereka bersaing sehat, berinovasi dengan menu baru, dan menghidupi ekonomi lokal.

Tiba-tiba, pemerintah datang dan membangun sebuah food court raksasa (inilah Danantara) di tengah-tengah mereka. Food court ini super modern, harganya disubsidi, promosinya gencar, dan fasilitasnya lengkap. Apa yang akan terjadi pada warung-warung tenda kecil itu? Kemungkinan besar, mereka akan sepi pembeli dan akhirnya gulung tikar.

Itulah crowding out, sebuah kondisi di mana dominasi pemain besar (dalam hal ini pemerintah/Danantara) justru "menyingkirkan" atau membuat para pemain swasta yang lebih kecil menjadi takut untuk berinvestasi.

Sri Mulyani tidak ingin ini terjadi. Ia ingin Danantara menjadi "katalis", seperti bumbu penyedap yang membuat masakan semua warung menjadi lebih enak, bukan menjadi food court dominan yang mematikan warung lain. Ini adalah sebuah keseimbangan yang sangat sulit untuk dijaga.

Sebuah Pertaruhan untuk Masa Depan

Lampu kuning di dasbor ekonomi kita sudah menyala. Pertumbuhan investasi yang seret adalah masalah nyata yang dampaknya bisa kita rasakan bersama. Pemerintah kini menaruh harapan besar pada Danantara untuk membalikkan keadaan.

Namun, keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada seberapa piawai pemerintah memainkan kartu jokernya. Apakah Danantara akan menjadi magnet yang sukses menarik triliunan rupiah investasi swasta? Atau justru menjadi raksasa yang tanpa sadar mematikan gairah investasi di sekitarnya? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah laju perekonomian Indonesia untuk beberapa tahun ke depan. Kita semua hanya bisa berharap, sang bendahara negara dan timnya tahu betul cara memainkan pertaruhan tingkat tinggi ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun